Rumah Dunia di Kota Serang, Memiliki Misi Mencerdaskan dan Membentuk Generasi Baru yang Kritis
Rumah Dunia mengandung filosofi memindahkan dunia ke rumah buku, rupa, warna, gerakan
Penulis: desi purnamasari | Editor: Agung Yulianto Wibowo
Laporan Reporter TribunBanten.com Desi Purnamasari
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Terbatasnya akses anak-anak di Kampung Ciloang, Sumurpecung, Kecamatan Serang, Kota Serang, membuat Tias Tantaka dan Gol A Gong mendirikan Rumah Dunia pada 2004.
Pasangan suami-istri ini ingin Rumah Dunia sebagai tempat melatih kemampuan anak-anak di bidang jurnalistik, sastra, film, teater, musik, dan menggambar.
Ketua Rumah Dunia Abdul Salam mengatakan nama Rumah Dunia mengandung filosofi memindahkan dunia ke rumah buku, rupa, warna, gerakan, dan suara.
Baca juga: Nostalgia di Bendungan Lama Pamarayan Serang, Masih Terpampang Foto-foto Kunjungan Presiden Soekarno
Rumah Dunia memiliki misi untuk mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis.
Di sini, anak-anak bisa bermain dan meminjam buku.
“Bagi anak-anak, dulu buku menjadi barang yang mewah dan baru,” kata Abdul di Rumah Dunia kepada TribunBanten.com, Kamis (24/12/2020).
Pada awal 2004, Rumah Dunia hanya membuka taman baca di depan teras rumah dengan buku koleksi sendiri.
Kemudian pada 2013, direnovasi ulang dengan dana yang berasal dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Selain itu, juga dibangun Gedung Surosoan yang bisa digunakan untuk pentasi seni.
Di dalamnya, bangku-bangku merah yang disusun mengundak seperti susunan di bioskop.
"Nama surosoan diambil untuk mengekalkan satu sejarah yang ada di Banten agar tidak hanya menjadi serpihan, bahkan harus terus dilestarikan," ujar pria yang sudah bergabung di Rumah Dunia selama 12 tahun ini.
Di depan Gedung Surosoan terdapat lapangan yang dapat dipergunakan anak-anak untuk bermain, berolahraga, dan berkumpul.
Di bagian sebelah kanan disediakan aula terbuka untuk kegiatan atau berdiskusi di luar ruangan.
Di bagian tengah lapangan, ada panggung teater terbuka yang dibuat dengan bentuk setengah lingkaran.
Ada tempat duduk untuk penonton bisa saling berjejeran menikmati teater.
Di bagian belakang panggung terdapat perpustakaan dengan bangunan berbentuk persegi panjang yang dibalut dengan cat merah muda dan hijau toska.

Dengan lingkukan yang cukup luas dan dikelilingi dengan pepohonan nan hijau, membuat tempat semakin asri dan adem.
"Sebenarnya untuk kegiatan akhir tahun biasanya kita buat kegiatan yang namanya titik akhir titik awal. Isi acaranya menggarap, puisi, pidato kebudayaan, dan cerpen," ucap pria berkumis ini.
Biasanya pembicara dari luar yang sengaja diundang untuk mengisi acara yang terbuka umum.
“Kadang buka secara gratis dan kadang juga dikenai biaya, kami sesuakan dengan acaranya. Berhubung pandemi Covid-19, sementara kami tunda semuanya,” katanya.