Sembako Bakal Dipajak? Ini Kata YLKI dan Penjelasan Ditjen Pajak Soal Pemberlakuan PPN
Karena kemudian terakumulasi dengan komplain in-efisiensi yang lain, yang sampai detik ini belum dituntaskan
TRIBUNBANTEN.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako tidak pantai.
Apalagi untuk kalangan bawah.
Ketua Pengurus Harian YLBHI Tulus Abadi mengatakan hal ini menyangkut perut.
"Dari sisi etika, menurut saya kurang pantas, atau bahkan tidak pantau kalau kemudian dikenai pajak PPN," ujarnya pada diskusi MNC Trijaya FM bertajuk "Publik Teriak Sembako Dipajak".
Dia menilai pemerintah perlu melihat efek psikologis masyarakat terhadap rencana sembako dikenai PPN.
Efek psikologis itu selain besaran pajak untuk menentukan harga pangan.
"Komponen harga dalam suatu komoditas pangan bukan hanya soal pajak, tapi juga efek-efek psikologis yang lain."
"Sehingga, pemerintah sering gagal mengantisipasi soal pasokan, soal gizi yang kacau di lapangan, adanya pungli itu terakumulasi," katanya.
Menurut dia, jangan sampai pajak 1 presen sekali pun menjadi beban.
"Karena kemudian terakumulasi dengan komplain in-efisiensi yang lain, yang sampai detik ini belum dituntaskan," terangnya.

"Jangan sampai itu jadi beban yang berat bagi masyarakat, yang kemudia memukul daya beli," tambah dia.
Kemudian, Tulus juga menyoroti wacana jasa kesehatan yang rencana juga kan dikenai pajak.
Kata Tulus, YLKI sempat menerima keluhan dari komunitas tenaga medis soal layanan kesehatan yang dikenai pajak.
Komunitas itu menyuarakan pajak pada alat kesehatan dihapuskan.
"Jangan dikenai pajak barang mewah. Nanti kalau ada PPN lagi dan segala macamnya makin berat."