Virus Corona

Ribuan Ulama Meninggal Akibat Pandemi, MUI: Percepatan Vaksinasi Bagian dari Ikhtiar Berobat

Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Arif Fahrudin, mengajak Santri dan Kiai untuk vaksinasi Covid-19.

Editor: Glery Lazuardi
Dok MUI
Logo halal MUI 

TRIBUNBANTEN.COM - Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Arif Fahrudin, mengajak Santri dan Kiai untuk vaksinasi Covid-19.

Imbauan itu disampaikan dalam rangka percepatan cakupan vaksinasi Covid-19 dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun.

“Berobat hukumnya wajib. Vaksinasi ini ikhtiar berobat. Dalam konsep ini, vaksinasi bertemu dengan kepentingan hukum Islam. Vaksinasi bukan hanya kepentingan pemerintah,” ujarnya dalam webinar “Penguatan Peran Da’i Milenial dalam Kebangkitan Dari Dampak Covid-19”, Senin (25/10/2021).

Acara diskusi “Penguatan Peran Da’i Milenial dalam Kebangkitan Dari Dampak Covid-19”, diselenggarakan MUI bersama Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Baca juga: MUI Dorong Masjid Menjadi Pusat Ekonomi Halal Berbasis UMKM

Selama pandemi ini, kata dia, kehidupan ulama dan umat amat terdampak.

Ulama bukan faktor pendukung dalam upaya vaksinasi melainkan, menurut dia, sebagai
faktor penting percepatan vaksinasi.

Dia menjelaskan, vaksinasi menjadi kepentingan ulama dan umat Islam. Sebab, dalam konteks Indonesia, korban terbesar pandemi adalah umat Islam.

Ada ribuan ulama dan ratusan ribu umat meninggal karena Covid-19. Jutaan lain terinfeksi virus ini.

“Covid-19 ini bahaya nyata,” ujarnya.

Untuk itu, dia mengajak para ulama dan da’i untuk menyukseskan vaksinasi dan terus mengingatkan protokol kesehatan. Dengan kedua langkah itu, diharapkan pandemi bisa diatasi.

Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ahmad Zubaidi mengatakan, memang ada fakta menyedihkan di tengah pandemi di Indonesia.

Ada sejumlah da’i membahayakan umat dengan melarang protokol kesehatan hingga memprovokasi penolakan terhadap vaksinasi. Padahal, MUI telah mengeluarkan aneka fatwa jelas terkait pandemi ini.

Sayangnya, fatwa-fatwa itu tidak dijadikan rujukan.

“Fatwa itu disusun oleh ulama berdasarkan pertimbangan matang. Ulama yang mewakili berbagai organisasi umat,” ujarnya.

Ia mengajak ulama dan dai tidak segan menegur umat yang mengabaikan protokol kesehatan.

“Saya kalau bertemu umat di masjid tidak pakai masker, saya tegur. Kalau membantah, saya ajak dialog,” kata dia.

Baca juga: Evaluasi PPKM di Pekan Terakhir Oktober, Luhut Sebut Kasus Covid-19 di Jawa Bali Turun 98,9 Persen

Upaya itu bagian dari tanggung jawab da’I demi keselamatan umat.

“Urusan da’I bukan hanya menyampaikan soal mengaji. Keselamatan umat juga bagian tugas da’I,” ujarnya.

Masalah pandemi, lanjut KH Ahmad, sudah ada banyak penjelasan dari para pakarnya baik dari segi Syariah ataupun saintis. Para dai diajak untuk mengacu kepada penjelasan-penjelasan utuh itu.

“Jangan sepotong-sepotong agar tidak menimbulkan mudharat,” ujarnya.

KH Ahmad mengingatkan, protokol kesehatan harus tetap diterapkan secara ketat. Sebab, pandemi belum benar-benar selesai.

“Tugas da’I untuk selalu menyampaikan ini kepada umat,” kata dia.

Para da’i juga diingatkan untuk menghindari materi-materi provokatif, hoax, dan tidak terverifikasi.

Sebab, masih ada oknum penceramah yang menyebarkan materi yang tidak jelas sumbernya dan tidak diverifikasi.

“Tidak akan ada masalah kalau menyampaikan hal yang benar, sumbernya jelas, berdasarkan pemahaman utuh,” kata dia.

Dai sekaligus Kepala KUA Lowokwaru Malang, KH Anas Fauzie mengatakan, komunikasi dengan umat masa kini memang menjadi tantangan bagi ulama.

Salah satu tantangan itu adalah karakter umat yang ingin serba instan dan ringkas.

“Komunikasi dengan umat sebaiknya dikemas dalam bahasa-bahasa yang ringan dan tidak menggurui,” kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved