Rapat Panas, Ini Kronologi Dirut Krakatau Steel Silmy Karim Diusir Wakil Ketua Komisi VII DPR

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim diusir Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi.

dokumentasi Krakatau Steel
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim. 

TRIBUNBANTEN.COM - Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim diusir Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi.

Pengusiran terjadi pada saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan PT Krakatau Steel, Senin (14/2/2022).

Rapat itu berlangsung panas.

Pengusiran diawali perdebatan antara Bambang Haryadi dengan Silmy Karim.

Silmy mempresentasikan proyek blast furnace di Cilegon dan pabrik iron reduced kiln di Kalimantan Selatan yang mangkrak hingga persoalan baja.

Baca juga: Bidik Pembangunan IKN, Krakatau Steel Pastikan Bisa Memproduksi Kebutuhan Ibu Kota Negara Nusantara

Baca juga: Pendapatan Krakatau Steel Naik 66,8%, Laba Rp 1,06 Triliun, Direktur Keuangan: Siap Bayar Utang

Bambang mempertanyakan tiba-tiba dihentikannya operasi pabrik blast furnace KRAS.

Padahal, keberadaan pabrik tersebut diyakini untuk memperkuat kapasitas produksi baja nasional.

Pabrik blast furnace KRAS sudah mulai beroperasi pada 11 Juli 2019.

“Gimana pabrik blast furnace dihentikan, tapi di satu sisi mau meningkatkan produksi dalam negeri. Ini jangan seperti maling teriak maling. Jangan sampai kita ikut bermain, tapi pura-pura tidak main,” tegas dia.

Silmy pun mempertanyakan maksud Bambang adanya kata-kata maling teriak maling.

“Maksudnya maling gimana ya?,” ucap Silmy.

Bambang pun membalas, “Anda menyatakan ingin memperkuat industri baja, tapi ini ingin hentikan. Mana semangat memperkuatnya?”

Baca juga: Utang Krakatau Steel Mencapai Rp 35 Triliun, Direktur Utama: Desember Nanti Mencicil Rp 3 Triliun

Bambang pun merasa, Dirut Krakatau Steel tersebut tidak menghormati sidang rapat DPR RI yang digelar hari ini, sehingga ia mengusirnya keluar dari ruang rapat.

“Hormati persidangan ini! Ada teknis persidangan. Kok, kayaknya anda tidak menghargai Komisi VII!? Kalau tidak bisa hargai, anda keluar!,” ucapnya dengan nada keras. 

“Kalau memang harus keluar, kita keluar,” sambung Silmy.

Proyek blast furnace KRAS sudah mulai masuk tahap pengadaan sejak tahun 2009 silam, kemudian proses konstruksi dimulai pada tahun 2012.

Proyek ini akhirnya selesai dan mulai beroperasi pada 11 Juli 2019.

Pada 14 Desember 2019, pabrik ini dihentikan operasinya karena terjadi ketidakcocokan antara produksi slab di pabrik tersebut dengan harga slab di pasar, sehingga KRAS berpotensi rugi.

Baca juga: Jika Krakatau Steel Bangkrut Bulan ini, Komisaris KSI Siap Bayar Rp 1 Miliar ke Menteri BUMN

Padahal, pabrik blast furnace tersebut menelan investasi sebesar Rp 8,5 triliun dan termasuk di dalamnya EPC sebesar Rp 6,9 triliun.

Proyek lainnya yang mangkrak adalah proyek pabrik Iron Reduced Kiln (IRK) yang mana KRAS dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membentuk perusahaan patungan untuk menggarap pabrik tersebut dengan nama PT Meratus Jaya Iron & Steel.

Pengadaan proyek ini sudah dimulai sejak 2008 silam.

Produksi IRK dimulai pada November 2012, tetapi pada 12 Juli 2015 pabrik yang berlokasi di Kalimantan Selatan tersebut berhenti beroperasi.

Nilai investasi proyek pabrik tersebut mencapai Rp 1,2 triliun.

Penghentian operasi pabrik IRK ini disebabkan ketidaksiapan infrastruktur penunjang industri di kawasan pabrik tersebut berada.

Baca juga: Sosok Roy Maningkas Tantang Erick Thohir Rp 1 M Soal Nasib Krakatau Steel, Pernah Jadi Timses Jokowi

Biaya transportasi, bongkar muat, dan produksi terjadi pembengkakan.

“Lokasi pabrik jauh dari laut, sekitar 20-30 kilometer dari bibir pantai. Tanah di sana juga milik pemda, bukan punya Meratus,” kata Silmy.

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Dirut Krakatau Steel (KRAS) Diusir Saat Rapat dengan Komisi VII DPR RI

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved