Kasus Penggelapan Dana Donasi, Tiga Eks Petinggi ACT Ahyudin Cs Dituntut 4 Tahun Penjara

JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut tiga mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) selama 4 tahun penjara

Editor: Abdul Rosid
Tribunnews.com
JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut tiga mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) selama 4 tahun penjara 

TRIBUNBANTEN.COM - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut tiga mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) selama 4 tahun penjara.

Ketiganya adalah pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, eks Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar, dan eks Vice President Operational ACT Hariyana Hermain.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan amar tuntutan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12).

Baca juga: Lima Tahun Suami Jalin Hubungan Terlarang dengan Ibu Kandung, Sang Istri Trauma dan Syok

Dalam sidang tuntutan ketiga terdakwa menghadiri sidang dengan agenda tuntutan tersebut melalui daring dari rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri.

Dakwaan Jaksa

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. 

Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia. 

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 atau senilai Rp2 miliar per ahli waris dengan total dana sekitar Rp138 miliar dari Boeing.

Baca juga: Fakta-fakta Kasus Perselingkuhan Mertua dan Menantu di Serang, Pernah Digerebek Warga Tanpa Busana

Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved