Kisah Brigjen TNI Nugraha Gumilar Sejak Kecil hingga Meraih Bintang Satu: Anak Yatim Jadi Jenderal

ibunya waktu itu bingung mau berbuat apa karena cuma berjualan di pasar harus menghidupi anak

dokumentasi pribadi
Brigjen TNI Nugraha Gumilar meluncurkan bukunya berjudul "Anak Yatim Jadi Jenderal: Tragedi Pesawat Nurtanio" di Jakarta, Rabu (24/6/2023). 

TRIBUNBANTEN.COM - Brigjen TNI Nugraha Gumilar meluncurkan bukunya berjudul "Anak Yatim Jadi Jenderal: Tragedi Pesawat Nurtanio" di Jakarta, Rabu (24/6/2023).

Buku itu mengisahkan perjalanan hidup Gumilar, terutama setelah ayahnya, Nazar Gumbira, meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Casa 212 Nurtanio pada Januari 1980.

Saat itu, usia Gumilar masih 12 tahun dan harus menjadi yatim.

Baca juga: Mengenal Sertu Agus, TNI Tajir yang Miliki Rumah Mewah di Tengah Kuburan: Penghasilan Rp 1 M Sebulan

Gumilar lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 23 Januari 1968 dan merupakan bungsu dari tujuh bersaudara.

 Ibunya, Rosidah, harus berjuang membesarkan tujuh anaknya.

"Ibu saya berjualan di pasar. Dia tidak siap untuk ditinggalkan," kata Gumilar di sela-sela peluncuran bukunya, dikutip dari rilis yang diterima TribunBanten.com, Selasa (27/6/2023).

Menurut dia, ibunya waktu itu bingung mau berbuat apa karena cuma berjualan di pasar harus menghidupi anak yang masih kecil-kecil.

“Hanya satu yang sudah menikah, baru setahun. Artinya, kehidupan ekonominya pun masih berat. Saya masih SD, jadi belum ada yang bisa dijadikan pegangan,” ucapnya.

Sekitar 1982 atau dua tahun sepeninggal ayahnya, para janda korban keselakaan pesawat Casa mendapatkan kesempatan untuk membuka usaha kantin di Nurtanio.

Hal ini tentu saja mendatangkan perbaikan hidup keluarga.

Setelah lulus SMA, Gumilar berusaha mencari pendidikan lanjut yang gratis.

Dia akhirnya memilih Akademi Militer (Akmil).

Mengetahui anak bungsunya itu mendaftar ke Akmil, sang ibu memberikan secarik kertas yang isinya berpesan agar Gumilar menemui seseorang di kantor Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Koharmatau) di Husein Sastranegara.

Baca juga: Gaji PNS, TNI, Polri dan Pensiunan akan Naik Tahun Ini, akan Diumumkan Jokowi, Jadi Berapa?

Dia adalah Marsekal Pertama TNI Soemarno PS, Wakil Komandan Koharmatau saat itu yang ternyata adalah mantan komandan Nazar Gumbira.

Gumilar mendapatkan pesan dari Soemarno untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi test.

“Itu yang terjadi saya bisa masuk tentara. Bukan karena hebat, tapi karena Tuhan bekerja melalui orang lain," ujarnya.

Dia mencontohkan, pemahamannya misalnya kita punya anak buah kinerjanya jelek banget terus dia kesulitan minta tolong, kita tentu males mau menolong.

Baca juga: Di Sebelah Panglima TNI Yudo Margono, Megawati Izin Ungkap Strategi Tumpas KKB Papua: Boleh to Pak?

"Nah, kalau bapak saya kerjanya jelek, gak mungkin saya dibantu. Itu kesimpulan saya. Coba kalau bapak saya korupsi, orangnya begajulan, dan hal jelek lainnya. Komandan itu tentu bilang ah ini anak pasti kayak bapaknya,” kata Gumilar seraya tertawa.

Menurut dia, sukses juga berarti berani menolak suap dan tidak pernah punya utang.

Bagi Gumilar, ayahnya, Nazar Gumbira merupakan orang jujur dan bekerja di industri pesawat bagian sparepart.

Nazar memiliki prinsip sparepart itu harus nomor satu, karena menyangkut keselamatan penerbangan.

“Kalau ada yang menawarkan sparepart pesawat nomor 2 sambil ngasih uang, beliau gak mau. Soal ini bapak saya tegas,” ucap Gumilar.

Baca juga: Presiden Jokowi akan Umumkan Kenaikan Gaji PNS, TNI, Polri dan Pensiunan, Jadi Berapa?

Saat sang ayahnya tidak ada di rumah, ibunya menerima tamu yang memberikan sesuatu barang plus amplop berisi uang.

Begitu mengetahui hal tersebut, Nazar marah besar.

“Beliau bilang kepada ibu saya: ‘kalau kamu makan uang ini anak-anak kelak hidupnya bakal susah’," katanya.

Kisah itu sangat berkesan bagi Gumiar dan menjadi pegangan hidupnya.

"Tidak terima suap dan juga jangan pernah punya utang. Itu yang sangat saya kenang dari bapak saya,” ujarnya.

Gumilar mengaku sama sekali belum pernah berutang sepanjang perjalanan hidupnya.

Baca juga: Viral, Siswa Sol Sepatu Copot saat Wisuda Langsung Tes Bintara TNI AD Setelah Ditawari Jenderal

Jika butuh uang, dia mengaku menjual apa yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Misalnya mobil bisa saya jual terus beli yang lebih murah, selisih uang itulah untuk memenuhi kebutuhan hidup,” katanya.

Hidup yang keras sejak kecil membuat Brigjen TNI Nugraha Gumilar lebih memilih menjalani hidup sederhana meski saat ini berkecukupan.

“Saat tentara pangkat letnan, ketika ekonomi sulit saya bisa makan cuma nasi dan telor ceplok pakai kecap dan bawang merah. Saya pikir makan mewah atau sederhana yang keluar di belakang kan sama juga kotornya. Bau juga kenapa harus makan enak?” ujarnya.

Baca juga: Cuan Rp 1 Miliar per Bulan, Anggota TNI di Kuningan Ini Punya Usaha Langka, Sampai Didatengi Dandim

Di samping kejujuran, bekerja keras, tidak mempunyai utang juga ia ajarkan kepada anak-anaknya.

“Mungkin karena saya tidak berbisnis ya, jadi tidak perlu berutang. Kalau pebisnis mungkin harus utang untuk modal usaha,” ucapnya.

Bukunya “Anak Yatim Jadi Jenderal: Tragedi Pesawat Nurtanio”, Brigjen TNI Dr Nugraha Gumilar MSc berbagi kisah hidupnya sejak lahir hingga sukses menyandang pangkat jenderal bintang satu.

Selain kisah hidup yang terbagi dalam 17 bab, buku setebal 183 halaman yang ditulis Andhini ini juga memuat 17 sejumlah testimoni tentang pribadi Brigjen TNI Nugraha Gumilar.

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved