Tiga Saksi Ahli Dihadirkan dalam Sidang Dugaan Penggelapan Mesin Pabrik di Cikande Serang

Tiga saksi ahli dihadirkan dalam sidang dugaan penggelapan mesin pabrik milik PT Newland Steel (NS) di kawasan modern Cikande, Kabupaten Serang.

Penulis: Engkos Kosasih | Editor: Abdul Rosid
Engkos Kosasih/TribunBanten.com
Tiga saksi ahli dihadirkan dalam sidang dugaan penggelapan mesin pabrik milik PT Newland Steel (NS) di kawasan modern Cikande, Kabupaten Serang, Rabu (2/8/2023). 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Engkos Kosasih

TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Tiga saksi ahli dihadirkan dalam sidang dugaan penggelapan mesin pabrik milik PT Newland Steel (NS) di kawasan modern Cikande, Kabupaten Serang, Rabu (2/8/2023).

Ketiga saksi itu yakni, ahli hukum binsis Unitirta Banten, Dr Mochamad Arifinal, ahli hukum pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof Mompang Panggabean dan anak Direktur PT Jakarta Mesh Indonesia (JMI) Chen Xing King.

Dalam persidang yang di ketuai oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang, Nelson Angkat turut menghadirkan kedua terdakwa dalam kasus tersebut, yakni, Li Shuzen dan Ke Wenxiang.

Baca juga: Warga Tak Tahu Pembangunan Pasar Cilegon Rp1,8 Miliar Dikorupsi: Sudah Lama Tidak Keurus

Chen Xiang King, mengungkapkan bahwa kedua terdakwa diperintahkan oleh Komisaris PT JMI bernama Chen Yong untuk memindahkan mesin tersebut ke PT Prima Metal Work (PMW) karena rusak.

"Saya dengar mesin itu rusak. Diminta dipindahkan oleh komisaris PT JMI," kata Chen Xiang King melalui penerjemah.

Dalam persidangan tersebut, Chen Xiang King menegaskan bahwa PT JMI sudah mempunyai komitmen untuk membeli PT NS.

Bentuk komitmen tersebut adalah dengan memberikan uang muka sebesar 2,7 juta renminbi pada Oktober tahun 2022 di China.

Baca juga: 87 Ribu Warga Kota Cilegon Masuk Kategori Miskin Ekstrem

"Kedua 10 juta renminbi, uang diberikan ke PT NS di Cina," ungkapnya.

Ahli hukum Bisnis Untirta Banten, Mochamad Arifinal menilai pembelian jual beli pabrik tersebut tidak sah apabila, tidak di naturalisasi ke hukum Indonesia.

"Yang berlaku di Indonesia adalah hukum Indonesia, ketika terjadi jual beli di Cina pastinya bahasanya Cina, itu harus dinaturalisasi ke bahasa Indonesia melalui notaris," jelasnya.

Sementara Ahli hukum pidana dari UKI Prof Mompang Panggabean berpendapat terdakwa bisa lepas dari jerat pidana.

Sebab, kedua terdakwa hanya disuruh untuk memindahkan mesin tersebut ke PT PMW oleh Komisaris PT JMI bernama Chen Yong.

"Yang disuruh melakukan (tindak pidana) tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana," ujar Mompang.

Tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana tersebut dikatakan Mompang, merujuk pada Pasal 51 KUHP.

"Berdasarkan Pasal 51 KUHP melaksanakan perintah jabatan yang diikat oleh atasan penguasa yang berwenang itu tidak dipidana," kata Mompang.

Mompang menegaskan, apabila terdakwa tidak memiliki mens rea atau sikap batin jahat dalam memindahkan mesin tersebut maka pertanggungjawabannya adalah individual bukan kolektif.

"Kalau dipertanyakan, dalam hal orang bawahan menjalankan perintah atasan sementara mereka sendiri tidak memiliki mens rea, saya kembali ke sikap pertanggungjawaban pidana yang sifatnya individual bukan kolektif," ungkap Mompang.

Mompang mengungkapkan, jika kedua terdakwa dikategorikan sebagai turut serta melakukan tindak pidana maka mens rea harus ada pada diri mereka.

Jika kedua terdakwa hanya disuruh melakukan maka sesuai kontruksi hukum yang menyuruh melakukan yang memiliki mens rea.

"Yang menyuruh melakukan memiliki mens rea," tegas Mompang.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved