Wadek Fakultas Syariah UIN SMH Banten Minta Menag Kaji Ulang KUA Jadi Tempat Pernikahan Non Muslim

Wadek 1 Fakultas Syariah UIN SMH Banten meminta Menteri Agama mengkaji ulang usulan KUA sebagai tempat pencatatan perkawinan semua agama.

|
Editor: Ahmad Haris
ftk.uinbanten.ac.id
Gedung Kampus Universitas Islam Negeri UIN Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten. 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Engkos Kosasih


TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Waakil Dekan (Wadek) 1 Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin atau UIN SMH Banten, M Ishom El-Saha meminta Menteri Agama mengkaji ulang, terkait usulan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan perkawinan semua agama.

Ishom menilai, ada hambatan regulasi hukum dalam mengimplementasikan usulan tersebut. Meski kata dia, upaya itu penting untuk memaksimalkan supervisi pelaksanaan pencatatan perkawinan bagi non muslim.

"Jika KUA dijadikan tempat pencatatan perkawinan semua agama. Pemerintah harus menyiapkan pegawai pencatat perkawinan setiap agama," kata Ishom kepada wartawan di UIN SMH Banten, (27/2/2024).

Baca juga: Ini Daftar 7 Kampus Negeri Favorit di Banten: Nomor 1 STAN, Untirta, UIN hingga Polteknik Pelayaran!

Sebab kata Ishom, jika Menteri Agama tidak merekrut pegawai non muslim dan malah memberikan tugas tambahan untuk KUA atau penghulu melakukan pencatatan perkawinan penganut non-muslim, maka tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan.

Karena, ujar dia, dalam hukum perkawinan yang diatur melalui Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa pencatatan perkawinan dilakukan di hadapan pegawai yang sah beragama muslim.

Selain itu ada juga Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 14 tahun 2020, yang dapat menghalangi pengadaan pejabat pencatatan perkawinan non muslim di KUA.

"Di dalam Permendagri ini pencatatan perkawinan non muslim menjadi tugas dan tanggung jawab Disdukcapil, yaitu Bidang Fasilitasi Pencatatan Sipil," ungkapnya.

Kendati demikian, Ishom menilai hambatan dari regulasi tersebut dapat dihilangkan dengan beberapa catatan.

Mulai dari perampingan sekaligus unifikasi hukum administrasi pencatatan perkawinan dan perceraian secara utuh.

Baca juga: Cara Daftar dan Biaya Nikah di KUA: Mulai 2024 Jadi Tempat Pencatatan Pernikahan Semua Agama

"Akibatnya masih terjadi dekotomi antara perkawinan kelompok adat dan kelompok non-muslim, dengan masyarakat Islam," katanya.

Kemudian lanjut Ishom, menerapkan reformasi hukum kewenangan atributif yang dimiliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

"Ketiga, khusus pencatatan perkawinan dan perceraian perlu dikeluarkan dari isu dekresi kebijakan pendelegasian wewenang urusan adminduk kepada Camat," pungkasnya.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved