Dituduh Hilangkan Aliran Air Kali Susukan, PT Niaga Perdana Utama Margasari Serang Beri Penjelasan

Perwakilan PT Niaga Perdana Utama angkat bicara terkait polemik dugaan hilangnya aliran air atau 'kali susukan di Desa Margasari

Tribunbanten/ Muhammad Uqel
Perwakilan PT Niaga Perdana Utama, Yoyon, beri penjelasan soal polemik dugaan hilangnya aliran air atau 'kali susukan' di Desa Margasari, Kecamatan Pulo Ampel, Kabupaten Serang, Banten. 

TRIBUNBANTEN.COM, SERANG-Perwakilan PT Niaga Perdana Utama angkat bicara terkait polemik dugaan hilangnya aliran air atau 'kali susukan' di Desa Margasari, Kecamatan Pulo Ampel, Kabupaten Serang, Banten.

Kejadian ini belakangan ramai diberitakan dan memicu protes warga.

Warga sebelumnya menuntut perusahaan untuk mengembalikan aliran air yang diduga hilang setelah lahan di kawasan tersebut beralih kepemilikan kepada PT Niaga Perdana Utama.

Menanggapi hal itu, perwakilan perusahaan, Yoyon, menegaskan bahwa lahan yang dibeli pihaknya telah memiliki legalitas lengkap dan sah secara hukum.

"Tanah itu bersertifikat resmi dalam arti diakui secara hukum. Ada pemberitaan yang menyebut kami menyerobot tanah negara, itu yang kami pertanyakan. Kami patuh terhadap hukum dengan memiliki sertifikat resmi," ujar Yoyon kepada wartawan, Selasa (11/11/2025). 

Ia juga membantah adanya aliran sungai di atas lahan yang dibeli perusahaan pada 2017.

"Mengenai apa yang ditujukan masyarakat bahwa di lahan kami itu ada aliran air, kami membeli tanah tersebut tidak pernah ada aliran air atau sungai seperti yang diberitakan," jelasnya.

Yoyon menyebut, klaim warga didasarkan pada dokumen girik dan peta lama yang menunjukkan adanya aliran air di lahan tersebut. 

Namun, menurutnya, saat perusahaan membeli tanah itu, tidak ditemukan adanya aliran sungai.

"Dasar dugaannya warga punya bukti semodel girik dan peta lama bahwa di situ ada aliran air. Tapi semasanya perusahaan membeli tanah tersebut, tidak ada aliran air. Girik itu disebut atas nama desa, semacam tanah bengkok," katanya.

Perusahaan menyatakan memiliki sertifikat resmi atas lahan seluas kurang lebih 16.794 meter persegi. 

Adapun area yang dituding telah 'diserobot' disebut seluas 4 meter x 360 meter, yang menurut perusahaan merupakan lahan kosong.

Yoyon juga menjelaskan bahwa pihaknya telah mencoba menempuh jalur mediasi untuk menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah.

"Kami sudah berupaya melakukan mediasi, tetapi masyarakat meminta tanahnya. Karena kami memiliki sertifikat, langkah musyawarah itu mentok," terangnya.

Meski demikian, kata Yoyon, PT Niaga Perdana Utama tetap membuka ruang solusi. Perusahaan disebut telah menawarkan sejumlah kompensasi kepada warga.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved