Ketika Jokowi Blak-blakan Ungkap Alasan Bangun Kereta Cepat Whoosh

Mantan Presiden RI ke 7, Joko Widodo atau Jokowi, buka suara soal alasan di balik pembangunan Kereta Cepat Whoosh.

Editor: Ahmad Haris
KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat di Polresta Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (23/7/2025). 

TRIBUNBANTEN.COM - Mantan Presiden RI ke 7, Joko Widodo atau Jokowi, buka suara soal alasan di balik pembangunan Kereta Cepat Whoosh.

Jokowi menegaskan, proyek tersebut bukan proyek bisnis untuk mencari laba.

Melainkan investasi sosial yang bertujuan mengurangi kemacetan, menekan polusi, dan meningkatkan produktivitas masyarakat.

Baca juga: BERITA TERKINI: KPK Mulai Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh

"Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30–40 tahun lalu," kata Jokowi dikutip TribunSolo.com pada Senin (27/10/2025)

"Jabodetabek dan Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah," lanjutnya.

Menurut Jokowi, kemacetan tersebut jika dihitung secara finansial menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun.

"Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan. Di Jakarta saja kira-kira Rp65 triliun per tahun."

"Kalau Jabodetabek plus Bandung, kira-kira di atas Rp100 triliun per tahun,” tuturnya.

Joko Widodo menyampaikan jika kereta cepat menjadi salah satu solusi di antara berbagai moda transportasi massal yang kini sudah beroperasi.

"Untuk mengatasi itu, dibangun MRT, LRT, Kereta Cepat, sebelumnya ada KRL dan Kereta Bandara."

"Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor ke transportasi massal, sehingga kerugian akibat kemacetan bisa dikurangi,” jelasnya

Tak hanya itu, Presiden ke 7 Republik Indonesia, menegaskan bahwa proyek kereta cepat tidak semata-mata bertujuan mencari laba, melainkan untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.

"Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba," katanya.

Baca juga: Gaya Koboi Menyerang Purbaya Ternyata Sudah Atas Restu Presiden Prabowo

Meski dinilai merugi, menurutnya, keuntungan sosial dari keberadaan kereta cepat sudah dirasakan masyarakat mulai dari meningkatnya produktivitas hingga waktu tempuh yang lebih singkat.

"Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return of investment."

"Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu investasi, bukan kerugian," terangnya.

SUMBER: TRIBUNSOLO

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved