BMKG Beri Penjelasan: Potensi Tsunami 20 Meter untuk Dorong Mitigasi, Bukan Picu Kepanikan
Dwikorita berkata, sejak tahun 2008, pemerintah Indonesia telah mengantisipasi potensi kejadian tsunami akibat gempa bumi megathrust
TRIBUNBANTEN.COM - Hasil riset peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait potensi gempa megathrust M 9,1 yang menyebabkan kemungkinan tsunami mencapai 20 meter di Selatan Pulau Jawa, menjadi sorotan dan menimbulkan keresahan masyarakat setelah adanya misinformasi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) secara tegas kembali mengingatkan kepada masyarakat bahwa penelitian dilakukan untuk memperkuat mitigasi, jadi masyarakat tidak perlu panik.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa ragam dan memperbanyak penelitian memang perlu dilakukan karena Indonesia adalah negara yang memang berpotensi rawan bahaya gempa bumi dan tsunami.
Penelitian atau kajian gempa bumi dan tsunami di Indonesia selalu didorong dengan tujuan bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat.
Namun, penelitian itu dilakukan untuk mendukung penguatan sistem mitigasi.
"Sehingga, kita dapat mengurangi atau mencegah dampak dari bencana itu, baik jatuhnya korban jiwa maupun kerusakan bangunan dan lingkungan," kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya.
Antisipasi potensi tsunami di Indonesia

Dwikorita berkata, sejak tahun 2008, pemerintah Indonesia telah mengantisipasi potensi kejadian tsunami akibat gempabumi megathrust seperti yang pernah terjadi di Aceh tahun 2004, dan juga seperti yang dimodelkan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Sistem monitoring dan peringatan dini yang dibangun oleh BMKG, dioperasikan dengan Internet if Thing (IoT) dan diperkuat oleh super computer dan Artificial Intelligent (AI).
"Jadi, sistem peringatan dini yang dibangun di BMKG memang disiapkan untuk memonitor dan mengantisipasi kejadian gempabumi (termasuk gempabumi megathrust) dengan magnitudo dapat mencapai lebih dari Mw 9 dan memberikan peringatan dini potensi datangnya gelombang tsunami," jelasnya.
Dalam waktu 3-5 menit setelah kejadian gempa bumi, sistem monitoring dan peringatan dini BMKG itu nantinya secara otomatis dapat menyebarluaskan informasis peringatan dini tsunami ke masyarakat di daerah rawan gempabumi dan tsunami.
Informasi peringatan kepada masyarakat itu bisa dilakukan melalui peran BNPB, BPBD, media massa ataupun beberapa moda diseminasi (seperti sms, email, website, dan media sosial).
"Dengan penyebarluasan peringan dini tsunami tersebut, maka masih tersisa waktu kurang lebih 15-17 menit untuk proses evakuasi, apabila waktu datangnya tsunami diperkirakan dalam waktu 20 menit," ucap dia.
• Ilmuwan Ungkap Ancaman Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa, BMKG: Hanya Butuh 20 Menit sampai Daratan
• BMKG Keluarkan Peringatan Waspada Gempa Kerak Dangkal di Pulau Jawa yang Bisa Menghancurkan
BMKG di seluruh provinsi dan wilayah rawan gempa bumi dan tsunami di Indonesia akan tetap terus siaga 24 jam dengan memonitor atau menginformasikan kejadian gempabumi secara real time.
BMKG di seluruh wilayah Indonesia juga dengan seketika memberikan peringatan dini potensi tsunami yang dapat dibangkitkan.
Selain itu, BMKG juga akan terus dilakukan sinergi yang saling mendukung dengan BNPB, Pemerintah Daerah atau BPBD, TNI, Polri, Media, masyarakat dan berbagai pihak terkait utk lebih siap dalam mengantisipasi bahaya gempa bumi dan tsunami.
Akhiri kepanikan potensi tsunami dan gempa Megathrust

Kajian penelitian terbaru terkait potensi tsunami 20 meter di Selatan Jawa oleh peneliti dari ITB menjadi viral diperbincangkan, sehingga membuat panik dan cemas sebagian masyarakat.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) Dr Daryono menegaskan masyarakat jangan salah persepsi menyikapi kajian terbaru ini.
Dijelaskan Daryono, kecemasan dan kepanikan publik yang sering muncul akibat adanya informasi potensi gempa megathrust tampaknya terjadi karena adanya kesalahpahaman saja.
Para ahli dalam menciptakan model potensi bencana sebenarnya ditujukan untuk acuan upaya mitigasi.
"Iya, (kajian potensi tsunami 20 meter) hanya hasil modelling," kata Daryono kepada Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
Akan tetapi, diakui Daryono, sebagian masyarakat memahaminya kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat.
Kesalahpahaman persepsi ini dianggap menjadi masalah komunikasi sains yang masih terus saja terjadi.
Sebab, hingga saat ini masih ada gap atau jurang pemisah antara kalangan para ahli dengan konsep ilmiahnya, serta masyarakat yang memiliki latar belakang dan tingkat pengetahuan yang sangat beragam.
"Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, dan pastinya harus kita perbaiki dan akhiri," ujarnya.
• Potensi Tsunami 20 Meter Ancam Pulau Jawa, Bagaimana Kesiapan Banten? Tiga Alat EWS Ternyata Rusak
Jangan mudah terpancing
Diakui Daryono bahwa kepanikan masyarakat akibat informasi potensi gempa megathrust sudah sering kali terjadi, dan terus berulang sejak pasca peristiwa tsunami Aceh 2004.
Gaduh akibat potensi gempa megathrust dan tsunaminya selalu muncul, setiap para ahli mengemukaan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami.
"Untuk mengakhirinya, kami berharap masyarakat terus meningkatkan literasi, selanjutnya tidak mudah 'kagetan' setiap ada informasi potensi bencana," tegasnya.
Masyarakat juga diminta agar jangan mudah terpancing dengan judul berita dari media yang dengan bombastis memberitakan potensi bencana.
Daryono mengungkapkan terkadang ada media yang menyajikan berita yang tidak utuh dalam mengutip narasumber, sehingga muncul berita sepotong-sepotong yang akhirnya menimbulkan salah persepsi di tengah-tengah masyarakat.
"Waspada harus, tapi jangan takut dan panik hasil itu. Potensinya ada, tapi kapan nggak tahu. Cucu kita juga belum tentu. Mari bersama kita akhiri kepanikan ini dan kini saatnya bersama-sama menata mitigas," tukasnya.
Riset ITB: Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa

Sebelumya, hasil riset terkait potensi tsunami mencapai ketinggian 20 meter di Selatan Pulau Jawa yang viral tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report, Kamis (17/9/2020).
Penulis pertama dalam riset tersebut adalah Sri Widyantoro dari Global Geophysics Research Group, ITB.
Tim peneliti lainnya terdiri dari Endra Gunawan, A Muhari, N Rawlinson, J mori, NR Hanifa, S Susilo, P Suspendi, H A Shiddiqi, AD Nugraha, dan HE Putra.
Riset tersebut dimulai sejak 5 tahun yang lau, menyusul pemodelan potensi bencana gempa bumi di zona subduksi di sepanjang selatan Jawa berbasis analisis multi-hazard dan multi-data untuk pengurangan risiko atau mitigasi bencana.
Seperti diwartakan, Jumat (25/9/2020), Endra salah satu peneliti riset itu menyampaikan potensi tsunami dan gempa besar di selatan Jawa berasal dari analisis data GPS dan data gempa yang terekam.
Berdasarkan data GPS menunjukkan adanya zona sepi gempa.
Artinya, bisa jadi zona itu mungkin hanya terjadi pergerakan pelan-pelan, sehingga gempa tidak terjadi, atau sebaliknya terjadi locking, daerah itu terkunci sehingga tidak dapat bergerak.
"Karena gempa itu siklus, maka ada saatnya di mana di wilayah itu ada pengumpulan energi, lalu akan melepaskan saat gempa," ungkap Endra.
Lebih lanjut Endra mengatakan, kalau seandainya wilayah-wilayah tersebut terjadi gempa dalam waktu bersamaan, maka worst case (skenario terburuk) menunjukkan akan adanya potensi gempa hingga M 9,1.
"Kemudian dari informasi tersebut, kami memodelkan potensi tsunaminya, dan muncullah (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.
Endra menegaskan bahwa dalam studi ini tidak bicara tentang prediksi kapan gempa besar itu akan terjadi. Sains atau peneliti manapun, kata dia, hingga saat ini tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG: Potensi Tsunami 20 Meter untuk Dorong Mitigasi, Bukan Picu Kepanikan", dan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG: Warga Harus Akhiri Kepanikan Potensi Tsunami dan Gempa Megathrust",