Virus Corona
Penjelasan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Terkait Mitos-mitos Vaksin Covid-19
masih beredar mitos-mitos mengenai vaksin di masyarakat yang perlu diklarifikasi oleh para ahli
Penulis: Agung Yulianto Wibowo | Editor: Agung Yulianto Wibowo
TRIBUNBANTEN.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawal uji klinik vaksin Sinovac yang telah memasuki tahap III.
BPOM mengawal untuk memastikan keamanan dan kemanjurannya sebelum nantinya digunakan masyarakat.
Pelaksanaan uji klinik harus memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai pedoman cara yang baik.
Dikutip TribunBanten.com dari covid19.go.id, Senin (16/11/2020) malam, sejauh ini hasil uji klinik fase III dinyatakan aman dan tidak ditemukan reaksi berlebihan.
Namun, masih beredar mitos-mitos mengenai vaksin di masyarakat yang perlu diklarifikasi oleh para ahli, guna memberikan pemahaman dan fakta yang benar dan menyeluruh bagi masyarakat.
Sebagian besar masyarakat sudah mempercayai dan mengakui kegunaan vaksin bagi pencegahan infeksi penyakit menular.
Namun, masih ada sedikit dari masyarakat yang meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin, termasuk meragukan keamanan vaksin Covid-19 yang masih dalam proses pengujian.
Prof Dr dr Cissy Kartasasmita , SpA (K), MSc, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan mitos seputar vaksin cukup banyak.
Masyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar. Hal yang tidak masuk akal, harus kita tinggalkan.
“Terutama harus hati-hati untuk membagikannya dengan orang lain,” ujarnya pada acara Dialog Produktif bertema “Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta” yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin.
Vaksin merupakan cara mencegah infeksi penyakit tertentu dengan efisien dan efektif.
Vaksin terbukti mampu mencegah banyak penyakit seperti, BCG, Polio, Hepatitis B, Campak, Rubela, Hib, PCV, Influenza, Dengue, HPV.
“Yang perlu diketahui pula, apabila kita melakukan imunisasi pada banyak orang, akan timbul yang disebut dengan imunitas populasi atau dikenal dengan herd immunity.”
“Ini akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin seperti, bayi atau orang dengan penyakit gangguan imun,” kata Cissy.
Penolakan yang luas terhadap vaksin Covid-19 justru menghambat terciptanya kekebalan kelompok yang diinginkan.
Minimal cakupan imunisasi Covid-19 mencapai 70 persen dari jumlah populasi.
“Teknologi dan kemampuan sumber daya yang maju, serta ketersediaan biaya, mempercepat proses penemuan vaksin Covid-19, di mana fase-fase yang harus dilalui dilakukan secara paralel,” ucapnya.
Laporan keamanan uji klinik vaksin Covid-19 fase satu dan dua telah dipublikasikan pada publikasi internasional dan menunjukkan hasil yang baik.
Hasil tersebut yang menarik minat lebih dari 2.000 relawan untuk berpartisipasi pada uji klinik fase tiga di Bandung.
Dari 2.000 relawan tersebut, 1.620 di antaranya memenuhi syarat untuk berpartisipasi hingga saat ini telah selesai divaksinasi dan menunggu laporan hasil uji resminya.
Menurut Cissy, tidak ditemukan efek samping yang berat setelah diujicobakan kepada ribuan relawan di Indonesia.
“Info atau berita mengenai adanya yang meninggal, sakit berat, sakit punggung, itu tidak terbukti dari hasil uji klinik vaksin Covid-19. Setelah dilakukan penelitian, kejadiannya ternyata tidak berhubungan langsung dengan vaksinasi,” ujar Cissy.
Dia mengimbau kepada orang tua untuk tetap rutin memberikan vaksin kepada anak-anak dan balita.
Ada 12 program imunisasi nasional yang diberikan gratis pada anak-anak dan balita.
Dalam kondisi pandemi, pemberian vaksin rutin diberikan, agar tidak menjadi pandemi yang lain nantinya.
“Vaksin adalah salah satu cara kita untuk terlindungi dari infeksi penyakit tertentu. Namun, kita tetap harus melakukan perilaku 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak aman) secara disiplin, sampai akhir pandemi nanti,” katanya. (agung yulianto wibowo)