Sejumlah Organisasi Pers Minta Pasal 2d Maklumat Kapolri tentang FPI Dicabut, Ini Penyebabnya
Menurut kelompok organisasi pers, dengan adanya Pasal 2d, polisi bisa mengusut siapa saja yang menyebarluaskan informasi terkait FPI
TRIBUNBANTEN.COM - Sejumlah kelompok organisasi pers meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencabut Pasal 2d dari Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021.
Kelompok organisasi pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menilai, pasal tersebut mengancam tugas utama jurnalis dan media massa.
"Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata sejumlah perwakilan Komunitas Pers di Jakarta seperti dilansir Antara, Jumat (1/1/2021).
Adapun Maklumat Kapolri menyebut empat hal terkait Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Salah satu pasalnya yaitu Pasal 2d, dinilai komunitas pers mengancam tugas utama jurnalis dan media dalam mencari dan menyebarluaskan informasi kepada publik.
Isi pasal tersebut, Kapolri meminta masyarakat untuk tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI melalui situs ataupun media sosial.
Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau Undang-undang Pers.
Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pers berbunyi, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi".
Menurut kelompok organisasi pers, dengan adanya Pasal 2d, polisi bisa mengusut siapa saja yang menyebarluaskan informasi terkait FPI sejak maklumat tersebut ditandatangani 1 Januari 2021.
Kelompok organisasi pers juga menilai, pasal tersebut bisa dikategorikan sebagai 'pelarangan penyiaran' yang bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pers.
Tak sampai di situ, pasal tersebut bertentangan dengan hak warga negara dalam Pasal 28F UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia".
Baca juga: Maklumat Kapolri Larang Sebar Konten FPI, Dewan Pers: Pers Berhak Memberitakan Sesuai Kode Etik
Baca juga: Materi Maklumat Kapolri Soal Pelarangan Simbol FPI di Masyarakat

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis telah menerbitkan maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam ( FPI) pada Jumat (1/1/2021).
Dalam maklumat tersebut, Kapolri menekankan masyarakat agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten yang berkaitan dengan FPI.
Penerbitan maklumat ini merujuk surat keputusan bersama (SKB) 6 Pejabat Tertinggi Negara Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Adapun SKB ini ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.