50 Persen Warteg di Jabodetabek Berpotensi Tutup

Pengelola Warung Tegal (Warteg) mengeluhkan kesulitan ekonomi untuk menjalankan usaha di masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Editor: Glery Lazuardi
Tribunnews/JEPRIMA
Ilustrasi Warteg 

TRIBUNBANTEN.COM, JAKARTA - Pengelola Warung Tegal (Warteg) mengeluhkan kesulitan ekonomi untuk menjalankan usaha di masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan sekitar 50 persen atau 20.000 unit Warteg di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) bakal gulung tikar pada tahun 2021 ini.

"Sekarang ini sampai 50 persen yang bakal pulang. Selama 2020 saya menghitung sejak 25 persen dari total warteg yang ada di Jabodetabek pulang," kata Mukroni kepada Wartakotalive.com, Senin (25/1/2021).

Baca juga: Sulit Cari Kerja, Lulusan Otomotif Pilih Berjualan Kue Ape untuk Biaya Hidup

Baca juga: Kredit Usaha Rakyat Solusi Ekonomi di Tengah Sulitnya Permodalan

Kesulitan ekonomi itu akibat dampak dari pandemi Covid-19.

Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu berimbas roda perputaran ekonomi di masyarakat tak lagi normal.

Sementara itu, Rendy Purnomo (23), pengelola Warteg Mamoka Bahari di Jalan KH Wahid Hasyim, Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), mengaku akan menutup usaha warung makan.

Pasalnya, kata dia, penurunan omset pendapatan secara drastis terus dirasakan ia sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

"Karena mempengaruhi omset karena kekurangan juga. Omset saya sebelum pandemi Rp 2,5 juta, setelah pandemi ini menurun 60 persen jadi Rp 1,7 juta cuman standarnya 1,5 juta," kata Rendy.

Rendy yang juga tergabung sebagai anggota Korwanta itu mengatakan faktor lain terancamnya sejumlah usaha warung makan itu ditengarai kenaikan sejumlah bahan pokok pada beberapa pekan terakhir.

Menurutnya, kenaikan harga bahan pokok itu semakin mempersulit para pelaku usaha warung makan akibat tak sepadan dengan biaya operasional yang dikeluarkan pada tiap harinya.

"Belanja juga mempengaruhi ada kenaikan 20 sampai 30 persen. Modal belanja tadinya Rp 1 juta, sekarang sudah Rp 1,3 juta atau 1,2 juta. Terus konsumen turun drastis setelah pandemi ini mengurangi," katanya.

Ia pun berharap agar pemerintah dapat mengambil solusi cepat dalam mengatasi sejumlah permasalahan akibat pandemi Covid-19 yang belum tertuntaskan.

"Ya semoga dapat kembali normal, pandemi cepat berlalu," pungkasnya.

Kemenkop UKM Lakukan Pendataan

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) menggelar diskusi dengan perwakilan pengurus Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) serta Paguyuban Pedagang Warung Tegal dan Kaki Lima se-Jakarta dan sekitarnya (Pandawakarta).

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya menegaskan bahwa, warteg merupakan salah satu usaha rakyat yang menjadi fokus perhatian pemerintah. Data menjadi langkah pertama yang penting untuk mengukur kebutuhan pelaku usaha makanan tersebut.

“Jika data yang dibutuhkan terkait dengan jumlah warteg yang terdampak bisa dikumpulkan dengan cepat dan tepat, maka proses pemberian bantuan akan cepat disalurkan,” ujar Eddy dalam siaran pers pada Selasa (26/1).

Puji Hartoyo, perwakilan dari Pandawakarta menyebutkan, pendataan pelaku usaha penting, mengingat bahwa tidak semua pelaku usaha khususnya warteg memiliki kapasitas dan pendapatan yang sama. "Tidak semua warteg atau pedagang kaki lima punya pendapatan dan kapasitas yang sama sehingga perlu didata,” ungkap Puji

Baca juga: Cerita Penjual Pakaian di Pasar Rau, Penghasilan Menurun Hingga Kesulitan Biayai Sekolah Anak

Baca juga: Mahasiswa UIN Jakarta Kumpulkan Koin untuk Bayar Biaya Kuliah, Sempat Kesulitan Setor Uang ke Bank

Mukroni, Ketua Kowantara menambahkan di tengah pandemi ini banyak dari pelaku usaha warteg memilih kembali ke kampung halaman.

Hal tersebut lantaran pendapatan yang terus menurun sejak pandemi.

Mukroni juga mengklarifikasi terkait informasi yang beredar bahwa ada 20.000 warteg gulung tikar.

Angka tersebut menurut Mukroni tidak tepat.

Oleh karenanya pendataan dirasa diperlukan bagi pelaku usaha warteg.

"Kurang dari separuh pedagang warteg memilih untuk pulang kampung karena pendapatannya terus menurun karena permintaan yang terbatas. Mereka rata-rata dari Tegal dan Brebes”, ungkap Mukroni.

Meskipun demikian, para pelaku usaha warteg berharap pemerintah bisa turun tangan untuk mendata seluruh pelaku usaha warteg agar mendapatkan gambaran utuh kondisi sebenarnya.

Untuk mendata sebaran dan status warteg, KemenkopUKM menggandeng penyedia platform digital antara lain Wahyoo.

CEO Wahyoo, Peter Shearer mengatakan, pihaknya selama ini membantu para pelaku usaha warung makan untuk bertransformasi ke ranah digital, meningkatkan standar protokol kesehatan, hingga membantu akses permodalan usaha.

"Bahkan, kita dorong mereka untuk bisa masuk ke platform seperti Gofood dan Grabfood, sampai di tahap kita berikan juga pelatihan serta strateginya," kata Peter.

Selain pendataan, KemenkopUKM juga mendorong kolaborasi seluruh stakeholder usaha warung makan dan kaki lima.

Misalnya peningkatan kemampuan SDM dan pemberdayaan pelaku usaha dapat difasilitasi lewat program bapak asuh yang melibatkan BUMN dan swasta atau menghubungkan dengan akses pasar dalam program sosial mobilisasi makan gratis yang dibiayai pemerintah/swasta.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pandemi Virus Corona Ancam 20.000 Warteg di Jabodetabek Gulung Tikar, Ini Jawab Pelaku Usaha, 

Tulisan ini sudah tayang di Kontan.co.id berjudul Kemenkop UKM akan lakukan pendataan pelaku usaha warteg

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved