Varian Pedas Sate Bandeng Ibu Amenah Pakai Bumbu ini, Rasanya Jadi Semakin Gurih dan Nikmat
Sesuai namanya, rumah makan yang berada di Jalan Dalung, Kota Serang, ini menjual sate bandeng, kuliner khas Banten.
Laporan Reporter TribunBanten.com, Amanda Putri Kirana
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Aroma harum khas rempah menusuk penciuman saat pertama kali memasuki rumah Tubagus Syafrudin.
Pria berusia 38 tahun ini adalah pemilik Rumah Makan Sate Bandeng Ibu Amenah.
Sesuai namanya, rumah makan yang berada di Jalan Dalung, Kota Serang, ini menjual sate bandeng, kuliner khas Banten.
Bentuk sate bandeng disajikan secara utuh satu ekor. Di tengahnya ditusuk bambu.
Baca juga: Pedasnya Nendang dan Pas! Pecak Bandeng, Menu Khas Banten di RM Maren Selalu Diburu Pencinta Kuliner
Baca juga: Cara Membuat Makanan Khas Banten Sate Bandeng Tanpa Tulang dengan Bahan Sederhana, Berikut Resepnya
Bagian luarnya berwarna kecoklatan serta sedikit hitam bekas terpanggang.
Begitu dibelah, tidak ada duri di dalam tubuh ikan bandeng.
Di bagian dalam berisi olahan daging bandeng yang dicampur adonan bumbu dengan santan kelapa.
Bumbu itu di antaranya terdiri atas ketumbar, asam jawa, dan gula merah.
Bumbu itu untuk menghilangkan bau lumpur yang melekat di tubuh ikan bandeng.
Adonan ini menghasilkan cita rasa sate yang manis dan gurih.
Sate Bandeng Ibu Amenah memiliki tekstur yang lembut dan empuk sehingga dapat dikonsumsi oleh semua orang.
Harum santan terasa lidah menyentuh sate bandeng ini.
Sate dibungkus plastik vakum dan dimasukkan ke dalam boks merah khas Rumah Makan Sate Bandeng Ibu Amenah.

Ada dua varian olahan sate bandeng yang ditawarkan, yaitu rasa original dan rasa pedas.
“Bedanya dengan sate bandeng lainnya di Serang, kami menambahkan bumbu rendang pada varian pedas. Rasanya jadi semakin gurih dan nikmat,” ucap Tubagus ini kepada TribunBanten.com di rumahnya di rumahnya, Jumat (5/3/2021).
Penjualan 800-1.000 Tusuk per Bulan
Tubagus mengaku sudah tujuh tahun menjalankan bisnis sate bandeng.
Sebelum mendirikan Rumah Makan Sate Bandeng ibu Amenah, selama sekitar dua tahun, Tubagus hanya menjual kembali sate bandeng yang dibelinya dari pedagang.
“Namun, jika dirasa, masih enakan sate bandeng buatan ibu saya,” ujar Tubagus.
Dia akhirnya mulai memproduksi sate bandeng pada 2014 dibantu ibunya, Amenah.
Tubagus kemudian memasarkan sate bandeng produksinya sendiri lewat iklan di internet.
Apalagi pada saat itu, pedagang sate bandeng masih jarang melirik iklan online.
Kini Tubagus mengaku rata-rata menghabiskan 20 kilogram ikan bandeng untuk sekali produksi.
Dalam satu kali produksi, pria yang mengenakan peci putih ini bisa menghasilkan 80 tusuk sate bandeng.
Per bulan, rata-rata penjualannya mencapai 800-1.000 tusuk sate bandeng.
Pada awalnya, pembeli bisa melahap sate bandeng di Rumah Makan Sate Bandeng Ibu Amenah.
Namun, sejak pandemi Covid-19, lebih banyak pembeli yang membawa sate bandeng ke rumah atau sebagai oleh-oleh.

Selain itu, banyak juga yang membeli sate bandeng lewat WhatsApp, Instagram, Facebook, dan sejumlah marketplace.
“Persentase pembelian secara online dan offline seimbang, 50 banding 50 persen. Jarang ada yang makan di sini, jadi kami tutup dulu sampai pandemi Covid-19 selesai,” ucap Tubagus.
Video-video Lucu
Pada masa pandemi Covid-19 ini, Tubagus memiliki strategi untuk meningkatkan penjualan sate bandeng.
Dia membuat video-video lucu yang diunggahnya di media sosial.
Video itu di antaranya mengisi suara cuplikan film dengan kalimat promosi sate bandeng produksi Tubagus.
Dia mengaku bisa menarik perhatian di media sosial karena mengisi suara itu menggunakan logat Serang yang khas.
“Video itu pun menjadi viral. Alhamdulillah omzet saat ini sudah mencapai Rp 30 juta per bulan. Sudah punya agen di Tangerang dan beberapa reseller di media sosial,” kata Tubagus.