Peringati Hari Perempuan Internasional, Mahasiswi di Serang Turun ke Jalan Suarakan 5 Tuntuan Ini
"Pemerintah hanya menggencar-gencarkan Covid-19, tapi masyarakatnya tidak diperhatikan," ujarnya.
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Abdul Qodir

Kelima, para mahasiswi menuntut pemerintah mencabut Undang-undang atau UU Cipta Kerja.
Ketua Umum Kohati HMI Fakutas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Dini Puspitasari mengatakan peserta unjuk rasa mahasiswi ini berasal dari beberapa organisasi perempuan eksternal kampus.
Di antaranya HMI, Sarinah dari GMNI, Kumalawati dari Kumala, Perempuan Mahardika, Kumandang dan lainnya.
"Jadi, dalam memperingati Hari Perempuan Internasional ini. Bukan hanya sekedar peringatan saja. Namun, bisa merialisasikan beberapa tuntutan-tuntutan yang dirasakan perempuan saat ini," ujarnya di lokasi unjuk rasa.
Menurutnya, organiasi perempuan merasa perlu turun ke jalan pada peringatan Hari Perempuan Internasional ini karena ada aspirasi yang peru disampaikan ke masyarakat dan pemerintah.
Baca juga: Berawal Mabuk di Saung, Pelaku Cecik Wanita Pedagang Sayur Hingga Tewas, Lalu Perkosa Mayat Korban
Baca juga: Dari Sandal yang Tertinggal, Pelaku Pembunuhan dan Pemerkosaan Pedagang Sayur di Cikande Terungkap
Belum lagi sejumlah kasus yang menimpa perempuan dan anak, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
"Beberapa kasus tentang perempuan yang sudah kami cek di beberapa lembaga. Bahwa kasus tentang perempuan ini sudah mencapai 6.000 lebih." Ujarnya.
Ia menyampaikan saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami kenaikan bersamaan pandemi Covid-19. Sementara, pemerintah justru terlalu fokus terhadap penanganan Covid-19.
"Pemerintah hanya menggencar-gencarkan Covid-19, tapi masyarakatnya tidak diperhatikan," ujarnya.
Terhadap kasus-kasus tersebut, para mahasiswi meminta pemerintah melalui aparat negara di bawahnya untuk mengambil langkah konkret.
Unjuk rasa ini sendiri berjaan aman dan lancar dengan pengamanan sejumlah polisi dari polres dan polsek setempat.