Kisah Inspiratif Pasutri yang Dirikan Sekolah di Daerah Pelosok: Minta Dibayar dengan Sampah
Pasangan suami istri ini dirikan sekolah di daerah pelosok dan hanya minta dibayar dengan sampah, ini kisahnya.
TRIBUNBANTEN.COM - Pasangan suami istri mendirikan sekolah nonformal di Pandan Lembang (Desa) Bau, Kecamatan Bonggakaradeng, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Alih-alih minta bayaran uang, pasutri ini meminta siswanya membayar dengan sampah.
Saat ini sekolah itu mendidik 18 orang siswa. Gabungan siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menegah pertama (SMP).
Tenaga pendidiknya empat orang. Chrisma, Brian dan dua orang pendamping desa.
Kepada Tribun Toraja, Chrisma mengatakan sekolah yang ia bentuk tetap mewajibkan siswa membayar biaya sekolah.
Namun bukan uang, biaya sekolah siswa dalam bentuk sampah.
Baca juga: BREAKING NEWS - Pemerintah Larang Warga Mudik Tahun Ini, Sama Seperti Lebaran 2020
"Kami tidak minta uang atau apa, yang kami minta cukup sampah dari siswa sebagai bayarannya," ungkap Chrisma, Kamis (25/3/2021) malam.
Bukan tanpa alasan, cara itu diterapkan agar siswa peduli terhadap lingkungan.
Di mana, siswa yang hendak menuju sekolah wajib memungut setiap sampah yang dijumpai di jalan.
"Jadi mereka (siswa) sempat kaget waktu saya minta biaya sekolah, mereka kira uang, padahal sampah," ujarnya.
Dikatakan, bagi siswa yang paling banyak membawa sampah ke sekolah akan diberi penghargaan.
Kemudian, sampah yang dikumpulkan siswa itu selanjutnya didaur ulang.
"Ada yang didaur ulang tapi ada juga yang kita musnahkan. Selain itu anak-anak juga kita ajar membedakan mana sampah organik dan non organik," ucapnya.
Brian Karlo menambahkan, siswa yang mereka didik telah terdaftar di sekolah formal.
Namun karena saat ini dalam kondisi pandemi Covid-19, siswa belajar dari rumah.
Kendalanya pada jarak tempat tinggal siswa dengan guru yang sangat jauh.
Selain itu, mereka dan guru sangat sulit berkomunikasi lewat handphone karena di daerah tersebut blank spot atau tak ada jaringan telekomunikasi.
"Jadi siswa sejak dirumahkan, waktunya lebih banyak diisi dengan bermain, mencari kayu bakar dan mengembala kerbau, jadi tidak ada waktu untuk belajar," katanya.
Sehingga, sambungnya, kita bentuk sekolah ini agar pendidikan atau pembelajaran siswa tetap berjalan meski dalam situasi apapun.
"Intinya pendidikan jangan berhenti," ungkapnya.
Jarak Pandan Lembang Bau dari Makale (Ibu Kota Tana Toraja) sekira 30 kilometer.
Akses jalan menuju lokasi ini belum sepenuhnya mulus.
Ada titik jalan yang telah di rabat namun ada juga yang masih berbatu.
(TribunTimur.com/Tommy Paseru)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Dirikan Sekolah di Daerah Pelosok, Pasutri di Tana Toraja Dibayar Pakai Sampah