Tak Ada Massa di Demo 'Jokowi End Game', Polisi: Banyak Hoax, Kita Cari Penyebarnya
Jajaran Polda Metro Jaya memburu pelaku penyebaran informasi tidak benar atau hoax terkait rencana aksi demo 'Jokowi End Game'.
TRIBUNBANTEN.COM - Jajaran Polda Metro Jaya memburu pelaku penyebaran informasi tidak benar atau hoax terkait rencana aksi demo 'Jokowi End Game'.
Semula, beredar informasi ada aksi demo 'Jokowi End Game' di Istana Negara, pada Sabtu (24/7/2021).
Nyatanya, hingga Sabtu sore tak satupun aksi demo yang terjadi di ibu kota.
Padahal, Polda Metro Jaya langsung menyiagakan 3.385 personel gabungan untuk melakukan pengamanan.
Personel gabungan yang terdiri dari kepolisian, TNI, serta pemda itu telah bersiaga sejak pukul 07.00.
Ribuan personel itu dikerahkan di beberapa titik untuk melakukan pengamanan.
"Sampai saat ini belum ada aksi sama sekali. Jadi banyak berikan hoax yang beredar tapi kami tetap antisipasi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, Sabtu (24/7/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Turun dari Mobil, Cari Obat di Apotek Tapi Tidak Ada, Langsung Telepon Menkes
Baca juga: Presiden Jokowi Turun dari Mobil, Bawa Kertas Langsung Menuju Apotek, Obat yang Dicari Tidak Ada
Yusri menyebutkan banyak hoaks yang tersebar di masyarakat terkait demo tersebut. Hoaks, kata Yusri, banyak beredar di media sosial.
Mereka menggunakan logo ojek online yang sebenarnya tidak terlibat dalam aksi tersebut.
"Banyak yang beredar di media sosial untuk mengajak demo di Jakarta. Beberapa organisasi seperti ojol dan organisasi yang lain mengatakan tidak ikut karena mereka sadar bahwa Jakarta ini tinggi angka Covid," kata Yusri.
Yusri tidak menyebut berapa banyak hoaks yang ditemukan oleh Polda Metro Jaya.
Namun ia memastikan akan mencari tahu siapa penyebarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menggelar jumpa pers terkait situasi politik dan keamanan di tengah pandemi.
Pernyataan pers yang disampaikan pada Sabtu (24/7/2021) siang itu disinyalir terkait banyaknya selebaran di media sosial yang menyerukan demo menolak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertajuk 'Jokowi End Game'.
Baca juga: Hari Anak Nasional 2021: Siswa SD Tanya Tugas Presiden Ngapain Saja? Ini Jawaban Jokowi
Baca juga: Beredar Poster Jokowi End Game pada 24 Juli, Polisi: Hindari Kerumunan, Apa PPKM Mau Diperpanjang?
Dalam keterangannya, Mahfud menyebut bahwa selama ini pemerintah mengetahui ada kelompok yang menentang kebijakan pemerintah dalam menghadapi penanganan pandemi Covid-19.
"Berkaitan segala upaya yang bisa dilakukan pemerintah memang kemudian muncul di media sosial yang didalangi kelompok tertentu untuk melakukan aksi-aksi terkait kebijakan pemerintah tangani Covid. Itu di mana-mana terjadi dan di Indonesia terjadi juga aksi-aksi yang dilakukan terhadap pemerintah yang tangani Covid," kata Mahfud.
Mahfud membagi dua kelompok yang menentang kebijakan pemerintah itu, yakni kelompok murni dan tidak murni.
Menurut dia, dua kelompok itu memang sama-sama menyampaikan aspirasi terkait penanganan pandemi, namun dengan maksud dan tujuan berbeda.
"Pemerintah tahu ada aspirasi masyarakat yang murni. Karena memang ya 'saya takut Covid, tapi gimana ekonomi saya?' Itu aspirasi murni. Aspirasi itu kita catat sebagai kondisi kesulitan yang memang dialami khususnya mengenai kehidupan ekonomi dalam menghadapi serangan Covid," kata Mahfud.
Sementara kelompok kedua kata Mahfud, adalah kelompok yang hanya ingin memanfaatkan situasi demi bisa melawan pemerintah. Mereka tidak peduli dengan situasi saat ini.
"Pemerintah tahu kalau sekelompok orang memiliki keinginan untuk memanfaatkan situasi. Tadi ada kelompok yang murni, lalu ada kelompok yang tidak murni. Masalahnya itu hanya ingin menentang saja memanfaatkan situasi. Apa pun yang diputuskan pemerintah, diserang itu, ada seperti itu," kata Mahfud tanpa menyebut siapa kelompok tersebut.
Menurut dia, kelompok kedua inilah yang kerap membuat provokasi.
Padahal menurut Mahfud, pemerintah prinsipnya selalu mendengar masukan dari masyarakat tanpa harus demo.
"Oleh sebab itu kita harus hati-hati karena yang seperti itu kelompok tidak murni selalu melakukan provokasi dan menyatakan setiap kebijakan pemerintah salah. Padahal pada prinsipnya pemerintah terbuka dan merespons segala aspirasi masyarakat," kata Mahfud.
Baca juga: Peternak Unggas Tercekik Kebijakan PPKM, Akhirnya Gugat Jokowi dan Menterinya Ganti Rugi Rp 5,4 T
Baca juga: Presiden Jokowi: PPKM Darurat Bakal Dilonggarkan Jika Kasus Positif Covid-19 Turun Sampai 26 Juli
Mantan Ketua MK itu menegaskan bahwa pemerintah terbuka terhadap aspirasi masyarakat. Namun untuk saat ini, penyaluran aspirasi lebih baik disampaikan lewat jalur yang sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Mahfud menyarankan agar tidak melanggar prokes masyarakat dapat memanfaatkan internet untuk menyampaikan aspirasi tersebut.
Sebab turun ke jalan dan membuat kerumunan bisa menyebabkan penularan virus corona.
"Sebaiknya aspirasi dalam masa pandemi ini disampaikan melalui jalur komunikasi yang sesuai dengan protokol kesehatan. Misal melalui virtual meeting, webinar, dialog di TV, yang menjaga prokes itu silakan. Melalui media sosial dan sebagainya," kata Mahfud.
Mahfud juga memastikan pemerintah akan mendengarkan setiap masukan dari masyarakat. Contoh soal PPKM, pemerintah tahu ada masyarakat yang merasa kesulitan ekonominya dengan pembatasan tersebut.
Namun ada juga masyarakat yang merasa khawatir tertular virus corona jika tidak ada pembatasan.
Mahfud memastikan segala bentuk masukan dari masyarakat diterima dengan baik oleh pemerintah. Kondisi masyarakat menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.
"Pada prinsipnya pemerintah terbuka dan merespons segala aspirasi masyarakat," kata Mahfud.
Ia pun mengingatkan bahwa demo yang tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes) berarti melanggar hukum.
"Pemerintah ingin menegaskan bahwa aksi demonstrasi secara fisik yang tidak sesuai dengan prokes membahayakan keselamatan masyarakat serta melanggar hukum," kata Mahfud.
Menurut dia kesehatan masyarakat yang utama. Maka itu aksi tersebut dapat diberikan sanksi hukum.
Baca juga: Peternak Unggas Tercekik Kebijakan PPKM, Akhirnya Gugat Jokowi dan Menterinya Ganti Rugi Rp 5,4 T
Baca juga: Presiden Jokowi: PPKM Darurat Bakal Dilonggarkan Jika Kasus Positif Covid-19 Turun Sampai 26 Juli
"Pemerintah akan lakukan tindakan tegas demi prinsip yang mempersatukan kita ingin selamatkan masyarakat yang banyak. Oleh sebab itu mohon dukungannya penegakan hukum itu jadi kunci," kata Mahfud.
Mahfud meminta masyarakat tidak terpancing dengan isu-isu demo yang berkembang di media sosial.
Ia memastikan pemerintah akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk masyarakat melewati pandemi.
"Kemudian kepada seluruh masyarakat diharapkan tetap tenang dan jaga ketertiban keamanan di wilayah masing-masing. Kami terus akan kerja sama dengan tokoh masyarakat, agama, untuk bangun kebersamaan dalam rangka hadapi Covid tanpa kotak-kotak politik," kata Mahfud.
Pemerintah kata dia, tidak bisa menghadapi Covid-19 sendirian. Dukungan masyarakat diperlukan.
"Covid itu adalah politik yang dihadapi dalam kesatuan politik. Kalau dianggap itu musuh seperti politik gitu. Ya semua kekuatan di dalam negeri bersatu beda partai, aliran, agama, suku, bersatu hadapi Covid karena Covid bahayakan kita bersama," kata Mahfud.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Aksi Demo 'Jokowi End Game' Tak Terbukti, Polisi Buru Penyebar Hoax