Diduga Ada Praktek Mafia, KPPU Bawa Masalah Minyak Goreng ke Ranah Hukum
Pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan membawa permasalahan minyak goreng di Indonesia ke ranah penegakan hukum.
TRIBUNBANTEN.COM - Pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan membawa permasalahan minyak goreng di Indonesia ke ranah penegakan hukum.
KPPU juga menyatakan ada indikasi permainan kartel harga minyak goreng.
Hal ini dinyatakan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama KPPU Deswin Nur, Sabtu (29/1/2022).
Baca juga: Harga Minyak Goreng Bakal Turun Mulai 1 Februari 2022, Berikut Rinciannya
Menurutnya, KPPU telah melakukan pendalaman soal harga minyak goreng. Setelah itu berbagai temuan telah dibawa dalam rapat KPPU.
“Berdasarkan berbagai temuan saat ini, Komisi memutuskan pada rapat Komisi hari Rabu (26/1) kemarin bahwa permasalahan minyak goreng dilanjutkan ke ranah penegakan hukum di KPPU,” ujar Deswin Nur.
Nantinya, kata Deswin, KPPU akan fokus mendalami sejumlah hal yang berpotensi melanggar undang-undang.
“Dalam proses penegakan hukum, fokus awal akan diberikan pada pendalaman berbagai bentuk perilaku yang berpotensi melanggar pasal-pasal tertentu di undang-undang,” tukasnya.
Baca juga: Meski Harga Minyak Goreng Sudah Rp 14.000 per Liter, Lansia Ini Terpaksa Beli Minyak Curah, Kenapa?
Pihak KPPU misalnya akan menyelidiki berbagai fakta soal kelangkaan minyak goreng. Selain itu juga mendalami adanya potensi penimbunan.
"Sinyal-sinyal harga atau perilaku pasar akan menjadi bagian dari pendalaman,” tutur Deswin.
Sebelumnya, KPPU juga mengendus sinyal adanya praktik kartel di balik kenaikan harga minyak goreng belakangan ini.
Hal ini lantaran perusahaan-perusahaan besar di industri minyak goreng kompak untuk menaikkan harga secara bersamaan.
"Kompak naiknya ini harga minyak goreng. Ini yang saya katakan ada sinyal terjadinya kesepakatan harga,” kata Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (20/1) pekan lalu.
Namun menurut Ukay, adanya sinyalemen kartel tersebut tetap harus dibuktikan secara hukum. “Tapi ini secara hukum harus dibuktikan," kata Ukay seperti dikutip Antara.
KPPU telah melakukan penelitian selama tiga bulan terakhir. Hasilnya KPPU mendapati bahwa kenaikan minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utamanya yaitu minyak kelapa sawit (CPO) di level internasional akibat permintaannya yang meningkat.
Berdasarkan data Consentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat pula bahwa sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO, hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak goreng.
Dengan struktur pasar yang seperti itu, maka industri minyak goreng di Indonesia masuk dalam kategori monopolistik yang mengarah ke oligopoli.