Ombudsman Ungkap Permasalahan Minyak Goreng, Ternyata Ditimbun, Dibuat Langka, dan Panic Buying

Ombudsman Ungkap Permasalahan Minyak Goreng, Ternyata Ditimbun, Dibuat Langka, dan Panic Buying

Editor: Ahmad Haris
TRIBUNBANTEN/DESIPURNAMA
Ridwan, penjual minyak goreng dan telur di Pamarayan, Kabupaten Serang, sedang mengemas minyak curah, Senin (1/11/2021) 

TRIBUNBANTEN.COM - Ombudsman RI (ORI) ungkap permasalahan yang terjadi pada komoditas minyak goreng. 

Anggota ORI Yeka Hendra Fatika mengutarakan, ada tiga temuan terkait kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng di pasaran.

Temuan itu didapatkan dari data laporan situasi masyarakat dari 34 provinsi di Indonesia.

“Pertama adalah penimbunan," sebut Yeka dalam konferensi pers virtual ORI, Selasa (8/2/2022).

Baca juga: Harga Minyak Goreng di Toko Agen Sembako di Kecamatan Petir dan Pamarayan: Rp 17-18 Ribu Per Liter

"Nah, ini harapannya satgas pangan bereaksi cepat dan ketegasan juga diperlukan."

"Begitu satgas pangan tegas, upaya-upaya penimbunan bisa diminimalisasi,” lanjutnya.

Kedua, kata Yeka, pihaknya menemukan adanya upaya pengalihan penjualan minyak goreng dari pasar modern ke pasar tradisional.

“Jadi memang dibuat langka karena ada oknum di pasar modern menawarkan pada pelaku di pasar tradisional untuk membeli minyak goreng,” jelasnya.

Yeka mengatakan, situasi inilah yang membuat kelangkaan minyak goreng di pasar modern.

Dalam pandangannya, motivasi pengalihan penjualan itu dilakukan agar minyak goreng bisa dijual dengan harga lebih mahal.

“Karena harus dijual Rp 14.000 di pasar modern, mendingan dijual ke pasar tradisional akhirnya."

"Ditawarin ke toko-toko dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 16.000,” papar dia.

Temuan terakhir dari ORI terkait kelangkaan minyak goreng adalah terjadi panic buying di masyarakat.

Situasi ini disebabkan ketidakjelasan informasi terkait ada tidaknya stok minyak goreng.

“Karena yang dibeli oleh warung-warung hari ini tidak untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tapi untuk kebutuhan dua minggu hingga satu bulan ke depan,” kata Yeka.

Yeka menyampaikan, ketika pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil kebijakan pemerataan harga minyak goreng.

Akhirnya terjadi penimbunan yang mengakibatkan kelangkaan persediaan di pasaran.

Faktor ini lantas menyebabkan masyarakat sebagai konsumen panik karena takut tidak mendapatkan bagian.

“Begitu ada intervensi (pemerintah) membuat shock market dan menimbulkan penimbunan,” tuturnya.

Terakhir, Yeka mendorong pemerintah untuk menyiapkan mekanisme antisipasi kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng tersebut.

Pasalnya, situasi ini telah sering dialami pemerintah terkait bahan pokok masyarakat yang lain.

“Mestinya pengalaman ini karena selalu terjadi bisa diantisipasi."

"Kita berharap tiga hal (temuan) ini kemudian hari bisa dihilangkan,” imbuhnya.

Baca juga: Minyak Goreng di Dua Minimarket di Kota Serang Kosong

Diketahui, harga minyak goreng melonjak dan persediaannya langka di pasaran mulai awal tahun 2022.

Kemendag kemudian mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

Aturan itu tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022 dengan ketentuan harga minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temuan Ombudsman soal Minyak Goreng: Ditimbun, Dibuat Langka, dan "Panic Buying""

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved