Perbedaan Gejala Omicron pada Anak dan Orang Dewasa, Ini Penjelasan Dokter Spesialis Paru
Berikut ini penjelasan dari dokter spesialis Pari, dr Sri Melati Munir Sp.P(K) soal perbedaan gejala pasien Omicron pada anak dan orang dewasa.
TRIBUNBANTEN.COM - Berikut ini penjelasan dari dokter spesialis Pari, dr Sri Melati Munir Sp.P(K) soal perbedaan gejala pasien Omicron pada anak dan orang dewasa.
Ia menjelaskan gejala yang dialami anak dan orang dewasa kurang lebih sama.
Namun, pada anak lebih dominan dan lebih keras.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Senin 14 Februari 2022, Waspada Cuaca Ekstrem di Beberapa Wilayah
Baca juga: Rekomendasi Parfum Pria yang Cocok untuk Momen Valentine dan Maksimalkan Kencan dengan Pasanganmu
"Hanya saja pada anak-anak batuk lebih dominan dan lebih keras," ungkap Sri Melati, dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (13/2/2022).
Sri Melati menjelaskan ini dikarenakan saluran pernapasan anak lebih kecil.
Sehingga batuk akan terdengar khas sekali, yaitu kering dan kencang.
Sementara itu pada orang dewasa, memang ada gejala batuk disertai hidung tersumbat, mual, mutah, diare, demam, rasa dingin, dan hilang penciuman.
Mengutip Tribunnews.com, berikut gejala-gejala yang muncul akibat paparan virus Covid-19:
1. Tanpa gejala/asimtomatis
Tidak ditemukan gejala klinis.
2. Gejala Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang penciuman (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan.
Derajat Gejala Covid-19 dapat diklasifikasikan ke dalam tanpa gejala/ asimtomatis, gejala ringan, gejala sedang, gejala berat,dan kritis. Berikut adalah perbedaan ciri gejala Covid-19 pada anak dan orang dewasa.
2. Gejala Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, hilang penciuman (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan.
3. Gejala Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tanpa tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan.
Pada anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).
Kriteria napas cepat:
- Usia kurang dari 2 bulan, lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit;
- Usia 2–11 bulan, lebih dari atau sama dengan 50 kali per menit;
- Usia 1–5 tahun, lebih dari atau sama dengan 40 kali per menit;
- Usia >5 tahun, lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit.
4. Gejala Berat
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
a. Sianosis sentral atau SpO2<93%;
b. Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat);
c. Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
d. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea:
- Usia <2 bulan, ≥60x/menit;
- Usia 2–11 bulan, ≥50x/menit;
- Usia 1–5 tahun, ≥40x/menit;
- Usia >5 tahun, ≥30x/menit.
5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.
Kementerian Kesehatan juga merilis, untuk mencegah penularan, orang tua diharapkan dapat mengawasi anak-anak dari bahaya Covid-19, yakni dengan:
- Anak usia 2 tahun ke atas atau yang sudah dapat menggunakan dan melepaskan masker, dianjurkan menggunakan masker;
- Ajarkan anak menggunakan dan melepas masker dengan benar;
- Berikan "istirahat masker" jika anak berada di ruangan sendiri atau ada jarak 2 meter dari pengasuh;
- Masker tidak perlu digunakan saat anak tidur;
- Bagi yang menggunakan bantuan pengasuh, pengasuh yang berada di dalam ruangan yang sama harus menggunakan masker atau pelindung mata bila memungkinkan.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Aisyah Nursyamsi/Widya Lisfianti)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dokter Spesialis Paru Ungkap Perbedaan Gejala Omicron yang Dialami Anak dan Orang Dewasa