Jika Harga BBM Pertalite Naik, Apa yang Terjadi? Ini Kata Ekonom
Piter menilai pemerintah masih sanggup untuk tidak menaikkan harga BBM subsidi karena kondisi
TRIBUNBANTEN.COM - Ekonom Center of Reforms on Economics Piter Abdullah menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan solusi.
"Menaikkan BBM dalam kondisi sekarang, berapa pun besarnya, akan memicu lonjakan inflasi," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/8/2022) malam.
Kenaikan inflasi itu bisa menggerus daya beli masyarakat.
Baca juga: Siap-siap, Menteri Luhut Sebut Presiden Jokowi akan Umumkan Kenaikan Harga BBM Subsidi Minggu Depan
Selain itu, juga mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional.
Piter menilai pemerintah masih sanggup untuk tidak menaikkan harga BBM subsidi karena kondisi APBN tidak dalam keadaan darurat.
Pemerintah bisa membatasi konsumsi BBM subsidi dengan memperbaiki mekanisme distribusi agar tepat sasaran.
Hal itu demi mengurangi beban anggaran subsidi.
"Ini adalah alternatif solusinya," ucap Piter.
Hal yang sama dikatakan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.
Menurut dia, jika pemerintah menaikkan harga pertalite, inflasi di Indonesia semakin tidak terkendali.
Pasalnya, inflasi Juli 2022 sudah hampir mendekati di angka 5 persen, atau tercatat sebesar 4,94 persen year on year (yoy).
Huda menilai, inflasi bisa menembus angka 7 persen pada satu hingga dua bulan ke depan jika harga pertalite dinaikkan.
Baca juga: Kuota Kian Menipis, Sinyal Pemerintah Naikan Harga BBM Bersubsidi Jenis Pertalite?
"Inflasi sudah mendekati angka 5 persen dan Bank Indonesia (BI) tidak mengendalikan dari sisi moneter. Akibatnya tidak ada kenaikan harga pertalite pun inflasi kita akan terus meningkat," ujar Huda.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyoroti hal yang berbeda.
Menurut dia, kenaikan harga BBM tersebut akan berdampak positif kepada APBN karena beban subsidi energi yang digelontorkan pada tahun ini sebesar Rp 520 triliun.