Piala Dunia 2022
Kasih dan Doa Ibu Antar Maroko Tembus Semifinal Piala Dunia 2022, Tim Afrika Pertama ke Empat Besar
Kasih dan doa ibu membawa Timnas Maroko menembus semifinal Piala Dunia 2022. Nyaris semua ibu pemain, pelatih, hingga staf Maroko hadir di Qatar
TRIBUNBANTEN.COM - Kasih dan doa ibu membawa Timnas Maroko menembus semifinal Piala Dunia 2022
Nyaris semua ibu pemain, pelatih, hingga staf Maroko hadir di Qatar mendukung langsung perjuangan tim beralias Singa Atlas.
Sesuai instruksi pelatih Walid Regragui dan Presiden Federasi Sepak Bola Maroko, Fouzi Lekjaa, sanak famili dari anggota skuad yang terpilih, mendapatkan tanggungan akomodasi.
Alhasil, markas Maroko selama Piala Dunia 2022 di Qatar, Hotel Wyndam Doha West Bay, terasa seperti sebuah area piknik yang melibatkan orangtua dan anak.
Baca juga: Harry Kane Gagal Penalti, Prancis ke Semifinal Piala Dunia 2022, Samai Rekor Brasil 24 Tahun Lalu
“Sepanjang kariernya sebagai pemain atau pelatih, saya tak pernah bepergian untuk melihatnya,” kata Fatima, ibu dari pelatih Maroko, Walid Regragui.
“Saya tinggal di Perancis selama lebih dari 50 tahun sekarang dan ini adalah kompetisi pertama yang membuat saya meninggalkan Paris,” ujar Ibu Regragui lagi.
Setelah menyingkirkan Portugal di perempatfinal Piala Dunia 2022, terekam kamera Sofiane Boufal melakukan selebrasi dansa usai Maroko menang 1-0 atas Portugal dalam laga perempat final Piala Dunia 2022 di Stadion Al Thumama, Doha, Sabtu (10/12/2022).
Boufal tak sendirian dalam melakukan dansa.
Ia ditemani seorang wanita berkerudung perak dengan tas warna merah.
Partner dansa Boufal tak lain adalah sang ibunda, yang diakuinya merupakan figur berjasa.
“Saya melihat Ibu saya berangkat pada pukul 6 pagi untuk bekerja. Jadi, saya tak mau merusak segalanya, mengingat saya punya talenta,” kata Boufal kepada So Foot pada 2021 silam, soal peran sang ibu dalam karier sepak bolanya.
Baca juga: Maroko Lolos ke Semifinal Piala Dunia 2022, Negara Terhebat Afrika Sepanjang Sejarah, Ronaldo Pulang
Melihat sang ibu banting tulang untuk menyambung hidup, Boufal pun tak mau menyia-nyiakan bakat sepak bolanya.
Boufal memilih berhenti sekolah pada usia sangat muda demi fokus sepenuhnya kepada sepak bola.
“Pada usia 16 atau 18 tahun, tak ada pergi ke bioskop, pesta, atau ke klub malam,” kata Boufal.
Boufal yang terkenal karena kelihaiannya mendribel bola, mengaku bahwa perjuangan sang ibunda merupakan bahan bakarnya untuk sukses di karier sepak bola.
