Ini Modus dan Kronologi Kades dan ASN di Lebak Peras Pengusaha Tambak Udang

Heriawati, Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Lebak beserta suaminya, Yadi, yang juga merupakan ASN menjadi terdakwa kasus pemerasan

Penulis: Sobirin | Editor: Abdul Rosid
Kolase/TribunBanten.com
Heriawati, Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Lebak beserta suaminya, Yadi, yang juga merupakan ASN menjadi terdakwa kasus pemerasan 

Laporan Wartawan TribunBanten.com, Sobirin

TRIBUNBANTEN.COM, KABUPATEN LEBAK - Heriawati, Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Lebak, Banten, beserta suaminya, Yadi, yang juga merupakan ASN ditetapkan menjadi terdakwa dalam kasus pemerasan terhadap perusahaan yang akan mendirikan tambak udang.

Dakwaan ini disampaikan saat keduanya dihadirkan di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, dalam agenda sidang dakwaan, pada Selasa, (19/3/2024).

Pasangan suami istri ini didakwa dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan pasal 11 Undang-undang Tipikor.

Baca juga: Kompak Peras Pengusaha Tambak di Lebak, Kades dan Suaminya Didakwa Pasal Korupsi

Kronologi pemerasan

JPU Selia Yustika Sari, dalam dakwaannya menuturkan, PT RGS berencana akan mendirikan tambak udang seluas 31 hektare di Kecamatan Malingping.

Pendirian tambak udang ini dibantu oleh dua orang saksi bernama Farid Maula dan M Ridwan yang bertugas di lapangan.

Pada tahun 2021, Saksi Farid mendatangi terdakwa Heriawati, Kepala Desa (Kades) Pagelaran.

Kedatangan Farid untuk menyampaikan kepada Kades bahwa perusahaan PT RGS sedang membutuhkan lahan untuk membangun tambak udang.

Terdakwa Heriawati Yang didampingi sang suami pun merespon niat baik tersebut dengan meminta imbalan sebesar Rp 5.000 per meter untuk proses pembebasan lahan.

"Mendengar itu, terdakwa Heriawati dan terdakwa Yadi meminta Rp 5.000 per meter untuk pengurusan lahan dimaksud," kata Selia, Selasa (19/3/2024).

Mengetahui hal tersebut, saksi Farid dan Ridwan pun menolak kesepakatan yang diajukan oleh kedua terdakwa.

Kendati demikian, di lapangan, pihaknha menemukan ada 37 bidang tanah seluas 23 hektare yang diketahui belum bersertifikat.

"Sehingga membutuhkan dokumen tanah tidak sengketa, riwayat tanah dan ahli waris yang diterbitkan oleh Desa Pagelaran," ujarnya.

Sehingga pada periode Juli-Agustus 2021, terdakwa didatangi kembali oleh saksi Farid Maulana yang ingin mengurus surat tanah.

Namun, permintaan saksi ditolak dengan syarat jika PT RGS ingin dilayani, maka harus menyepakati penawaran membayar sebesar Rp 5.000 menjadi Rp 1.500 per meter.

"Nilai tersebut berdasarkan luas lahan yang belum bersertifikat yaitu 23 hektare dikali Rp 1.500," kata Selia.

Seiring berjalannya waktu, pada Oktober di tahun 2021, saat ada pemilihan kepala desa, terdakwa meminta kepada saksi Farid sebesar Rp 200 juta.

Permintaan itu diajikan untuk membantu keperluan terdakwa dalam proses pemilihan calon kepala desa.

"Dan atas desakan terdakwa pada 20 Oktober diberikan uang Rp 100 juta di rumah terdakwa," ujarnya.

Setelah menerima uang, terdakwa baru mau menandatangani berbagai dokumen pembebasan lahan.

Kendati demikian, terdakwa terus mendesak Farid agar segera memberikan sisa uang berdasarkan perjanjian.

Saksi Farid kemudian menyerahkan masing-masing uang baik itu melalui saksi M Ridwan ataupun secara langsung ke terdakwa.

Seluruhnya pada 2021 sampai 2022 adalah Rp 200 juta.

Selia juga menjelaskan, meski sudah mendapatkan uang Rp200 juta, pada bulan Januari dan Februari 2023, kedua terdakwa yakni Heriawati dan Yadi mendatangi rumah Saksi Farid.

"Terdakwa Heriawati mendesak Farid menandatangani surat pernyataan yang pokoknya berisi kesanggupan memberikan Rp 130 juta," ujarnya.

Saksi pun enggan menandatangani kesepakatan tersebut.

Tidak kehilangan cara, kedua terdakwa melakukan cara demonstrasi dengan membawa warga pada 5 mei 2023.

Ditengah acara demosntrasi, terdakwa Yadi mendesak perusaahn untuk segera membayar peemintaan uang.

"Karena ada demo sehingga saksi Farid Maulana terpaksa menyanggupi memberikan lagi Rp 110 juta bertahap," ucap JPU Selia.

Atas dakwaan penuntut umum, kedua terdakwa mengajukan keberatan. Hakim memberikan waktu selama sepekan untuk terdakwa dan kuasa hukumnya menyusun eksepsi.

"Kami mengajukan eksepsi," kata kuasa hukum kedua terdakwa. ***

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved