TRIBUNBANTEN.COM, JAKARTA - Mulai Rabu (20/1/2021) ini hingga dua hari ke depan, pedagang daging sapi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) akan menggelar aksi mogok.
Aksi mogok berjualan itu dilakukan sebagai bentuk protes atas melonjaknya harga daging sapi di rumah pemotongan hewan.
Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta, Tb Mufti Bangkit mengatakan, harga per kilogram daging sapi yang belum dipisah antara tulang dan kulitnya adalah Rp 95.000.
Harga tersebut dinilai terlalu tinggi untuk dijual kembali ke pasar.
"Ditambah cost produksi, ekspedisi total sudah Rp 120.000-lah. Sedangkan harga eceran tertinggi ditetapkan pemerintah Rp 120.000. Belum karyawan, belum pelaku pemotong sendiri kan harus (memberi uang ) anak istri di rumah," kata Mufti melalui telepon, Selasa (19/1/2021).
Menurut Mukti, kenaikan harga daging sapi itu justru merugikan pedagang.
Pasalnya, kenaikan harga itu melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Akibatnya, masyarakat enggan untuk membeli daging sapi lagi.
"Kasihan masyarakat kalau kami naikan terlalu tinggi, tidak ada yang beli," tutur Mufti.
Lebih lanjut, Mukti mengatakan, lonjakan harga daging sudah dirasakan sejak empat bulan terakhir.
Kenaikan harga itu diprediksi akan terus terjadi hingga April 2021.
Baca juga: Harga Cabai Merah di Kota Serang Hampir Rp 100 Ribu per Kg
Baca juga: Harga Tanaman Hias di Lebak Melonjak Tinggi, Aglonema Paling Dicari Bisa Sampai Rp 500 Ribu
"Diprediksi akan naik terus sampai dengan bulan Maret atau April dengan harga tertinggi Rp 105.000 per kilogram per karkas. Sekarang itu harga per karkas masih Rp 94.000," katanya.
Mukti berharap pemerintah pusat kembali mengimpor daging sapi dari Australia.
Mukti menilai kebijakan impor daging sapi dari Australia bisa menstabilkan harga daging di pasaran sehingga tidak merugikan pedagang maupun pembeli.
"Australia yang market terbesarnya sejak 30 tahun mereka semena-mena menjual dengan harga sapi tertinggi. Sapi yang dikasih Australi ke Indonesia sedikit sekali, tak cukup dengan permintaan pemerintah," ungkap Mufti.
Saat ini, kata Mukti, Australia justru lebih banyak menjual daging sapi ke negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Thailand.
"Kebijakan Australia yang menjual ke negara lain ini harus kita minta pemerintah ambil jalan diplomasi dengan acuan kita adalah member (impor daging) selama puluhan tahun," kata Mufti.
Mufti mengatakan, pihaknya telah mengirim surat ke Provinsi DKI Jakarta dan beberapa kementerian terkait guna menyampaikan keluhan seputar kenaikan harga daging.
Namun setelah satu minggu berlalu, Mufti mengaku tak mendapatkan respon apapun.
"Kami sudah layangan surat sebagai asosiasi DKI melayangkan surat ke Kementrian Perdagangan dan Pertanian ke kantor Staf Pepresidenan tertanggal 11 Januari," kata Mufti.
Mufti berharap, perwakilannya dapat bertemu Presiden Joko Widodo guna memutuskan solusi terbaik mengenai permasalahan harga daging di pasaran.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sarman Simanjorang menilai, pemerintah kurang terbuka mengenai data persediaan daging sapi.
Padahal data tersebut diperlukan pedagang daging sapi di seluruh Indonesia guna mengantisipasi kenaikan harga.
Oleh karena itu, Sarman berharap dalam waktu dekat pemerintah pusat memberikan solusi agar para pedagang daging sapi tak kesulitan di masa pandemi Covid-19 ini.
"Menurut hemat saya ini (data persediaan daging) harus dibuka secara transparan... berapa sih stok sapi hidup kita kemudian berapa sih sapi yang siap potong," kata Sarman.
Pengusaha Rumah Potong Hewan di Tangerang Tutup Sementara
Pelaku usaha rumah potong hewan (RPH) di wilayah Tangerang, sementara waktu ini menghentikan usahanya.
Hal itu, sebagai bentuk aksi protes pelaku usaha penyedia daging sapi lantaran tingginya harga sapi hidup hingga detik ini.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) seruan aksi mogok itu selama tiga hari.
Sejak Selasa 19 Januari hingga Kamis 21 Januari 2021 besok.
Pelaku usaha pembibitan Sapi Kabupaten Tangerang, Idris mengaku belum menentukan arah pasti terkait aksi mogok para pelaku usaha perdagingan sapi tersebut.
"Info surat edaran begitu, tapi kita belum tahu akan ikut atau tidak. Sebelumnya ada surat edaran juga, tapi hoaks jadi bingung kita," jelas Idris, Selasa (19/1/2021).
Menurutnya, saat ini pasokan sapi hidup dari pengusaha penggemukan sapi (feedloter) sangat terbatas.
Sehingga memicu kenaikan harga sapi hidup bagi usaha pemotongan hewan.
"Harga bakalan sapi Australia naik, dan membeli sapi susah karena tidak semua feedlot menjual banyak ke RPH. Orang punya duit banyak juga belum tentu bisa membeli sapi dari feedlot," ungkap Idris.
Ia mengaku setiap hari dapat menyembelih 10 sampai 20 ekor sapi setiap harinya, sesuai permintaan dari para pedagang sapi langganannya.
"Sehari 10 sampai 20 ekor. Tergantung permintaan dari pedagang," jelasnya
Dari informasi yang dihumpun, kenaikan harga sapi bakalan (sapi hidup) dari suplier ke RPH sebesar Rp 4 ribu kilogram hidup.
Sebelumnya, berkisar antara Rp 1 sampai Rp 2 ribu perkilogram sapi hidup.
"Kenaikan ini melebihi kenaikan harga pada saat lebaran. belum ke karkas bisa naik dua kali lipat lagi. Misal di sapi hidup kita naik seribu tapi di karkas kita naik sampai dua ribu," pungkas Idris.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pedagang Daging Sapi Jabodetabek Mogok Jualan Mulai Hari Ini, Apa Alasannya?"
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Harga Sapi Meroket Tinggi, Pedagang di Tangerang Bingung Mau Mogok Jualan