Laporan wartawan Tribunbanten.com, Marteen Ronaldo Pakpahan
TRIBUNBANTEN.COM, KOTA SERANG - Vihara Avalokitesvara yang berada di Kawasan Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten kental dengan toleransi antar umat beragama.
Vihara yang dibangun hampir bersamaan dengan Masjid Agung Kesultanan Banten itu menyimpan sebuah bedug yang berusia ratusan tahun.
Bedug identik dengan umat muslim, karena biasa dipakai sebelum dikumandangkan adzan salat.
DI Vihara Avalokitesvara ini, bedug tersebut akan ditabuh sebanyak 108 kali di malam Imlek.
Selain itu,lonceng besar juga akan dibungikan sebanyak tiga kali.
Keduanya dibunyikan untuk merayakan Imlek 2572, yang jatuh di tahun kerbau pada tahun 2021 ini.
Kedua benda tersebut akan dibunyikan secara bersamaan pada pukul 24.00 WIB setiap perayaan Imlek setiap tahunnya.
"Nyambut (tahun baru imelak) saja, itu sudah tradisi. Kalau bedug (ditabuh) 108, neng-neng (lonceng) tiga kali. Neng-neng sudah tua, kayaknya ada 100 tahun," kata pengurus Vihara Avalokitesvara, Tek An saat ditemui, Jumat (12/2/2021).
• Rumah Tua Milik Keturunan Tionghoa di Kawasan Pecinan Banten, Surat Tanahnya Berbahasa Belanda
• Kumpulan Lagu Imlek Terpopuler dari Gong Xi Gong Xi Sampai Xin Nian Zhen You Qu, Cek di Sini
Menurutnya, hal tersebut selalu dinanti oleh para pengunjung dan tak jarang banyak dari masyarakat yang datang kesini selalu mengabadikan momen tersebut sebagai suatu hal yang baik.
Ia berharap, dengan adanya hak tersebut dapat meneguhkan persaudaraan yang telah lama dijalin antara umat beragama yang ada di Nusantara.
"Mereka datang dan lalu memfoto dan di videokan untuk disebarkan ke teman-teman yang lain," tegasnya.
Diketahui, Vihara Avalokitesvara sendiri awalnya berdiri tahun 1759 dan berlokasi di Loji Belanda.
Lalu di tahun 1725, pindah ke selatan menara Masjid Pecinan Tinggi. Hingga akhirnya pada 1774 Masehi menempati lahan di Kampung Pamarican, Desa Pabean, Kecamatan Kasemen, Kota Serang hingga saat ini, yang jaraknya sangat dekat dengan Masjid Agung Kesultanan Banten.
Banten yang saat itu sebuah kesultanan besar dengan Pelabuhan Karangantu yang mendunia, membuat seorang putri bernama Ong Tin Nio bersama Anak Buah Kapal (ABK), dalam perjalanan dari China menuju Surabaya, memutuskan bermalam di Pamarican. Daerah itu merupakan penghasil merica.