Laporan Wartawan TribunBanten.com, Ahmad Tajudin
TRIBUNBANTEN.COM, KOTA CILEGON - Warga lingkungan Lijajar, Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon mengadukan soal polusi udara ke DPRD Kota Cilegon.
Warga mengeluh soal polusi udara yang diduga akibat proses produksi dari sejumlah perusahaan industri yang menggunakan batu bara di sekitar lingkungan Lijajar.
Warga sudah merasakan polusi udara sejak puluhan tahun lalu.
Baca juga: Cerita Pengalaman Jadi Gubernur: Ganjar Bahas Kesetaraan Pelayanan Publik, Anies Pamer Atasi Polusi
Tokoh Masyarakat Lijajar, Abdul Muhit mengatakan masalah polusi udara itu telah dirasakan warga sejak puluhan tahun.
"Ini masalahnya bukan setahun dua tahun, ini sudah beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun," ujarnya saat rapat dengar pendapat bersama komisi IV DPRD Kota Cilegon, Kamis (21/11/2024).
Kata Abdul, meskipun keluhan yang dirasakan masyarakat tersebut telah berlarut-larut hingga puluhan tahun.
Namun, hingga saat ini belum ada solusi yang kongkrit dalam menangani permasalahan yang dihadapi masyarakatnya.
"Masyarakat meminta agar industri yang menggunakan bahan bakar batu bara diganti saja, kalau memang tidak bisa menangani ini yah diganti dengan bahan bakar yang ramah lingkungan," ungkapnya.
Sebab apabila ini masih dibiarkan secara terus-menerus, tanpa ada solusi yang jelas untuk kesehatan masyarakat.
Abdul menyebut, masyarakat lingkungan Lijajar merasa didzolimi karena dibiarkan mengisap debu setiap hari.
"Kita dikasih debu tiap hari, dari mulai anak bayi, hingga orang dewasa, nenek-nenek semua mengisap debu," katanya.
Selain meminta untuk mengganti bahan bakar batu bara dengan menggunakan bahan ramah lingkungan.
Pihaknya juga minta kepada perusahaan industri terkait yang berada di sekitar lingkungan Lijajar untuk membuat buffer zone.
Baca juga: Keluhkan Polusi Stockpile Batu Bara, Warga Karang Tengah Ngadu ke DPRD Cilegon
"Karena memang undang-undangnya kan harus ada buffer zone 3 kilo meter dari industri itu," jelasnya.
Abdul menyebut ada beberapa industri batu bara yang diduga menjadi penyebab masyarakat Lijajar mengalami polusi udara, salah satunya perusahaan industri PT. Sententra Usahatama Jaya (SUJ).
"Yang terdekat industri SUJ, karena angin itu biasanya dari Barat dan itu ketika ada angin jadi banyak debunya," katanya.
Kemudian Abdul juga menyebut, sampai saat ini masyarakat sekitar belum mendapatkan informasi apapun dari pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terkait kondisi udara di wilayahnya.
Meskipun pihak DLH menyebut telah melakukan uji lab, dan menyatakan bahwa polusi udara di lokasi tersebut masih berada di posisi ambang batas aman.
Namun pihaknya meminta agar hasil uji lab tersebut bisa disosialisasikan kepada masyarakat.
Baca juga: Keluhkan Polusi Stockpile Batu Bara, Warga Karang Tengah Ngadu ke DPRD Cilegon
"Masyarakat harus tahu apakah ini diambang batas masih di bawah atau melampaui atas, biar masyarakat enggak khawatir, artinya tidak harus memohon pun masyarakat harus tahu hasil uji lab nya," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Cilegon, Aflahul Aziz mengatakan dalam rapat dengar pendapat ini, pihaknya telah memfasilitasi semua pihak baik dari masyarakat, industri termasuk OPD terkait persoalan tersebut.
"Intinya kami dari komisi IV dan DPRD Kota Cilegon akan selalu memperjuangkan apa yang menjadi persoalan yang paling dasar terhadap masyarakat sekitar," ungkapnya.
Dalam rapat tersebut, DPRD meminta kepada industri untuk memberikan solusi yang kongkrit.
Selain itu, pihak DPRD juga akan mendorong PT. Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) untuk bisa menyediakan buffer zone.
"Mudah-mudahan bisa dibicarakan oleh jajaran direksi di KSI, karena menyangkut tata ruang industri yang ada di Kecamatan Ciwandan dan Kota Cilegon," tandasnya.