Laporan wartawan TribunBanten.com, Misbahudin
TRIBUNBANTEN.COM, PANDEGLANG - Warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten ramai-ramai protes soal konflik lahan yang diduga diklaim oleh TNI AD.
Aksi protes yang dilakukan warga bersifat damai, dengan cara menyambut baik kedatangan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), Letnan Jenderal TNI, Tandyo Budi Revita, Kamis (12/6/2025).
Berdasarkan keterangan yang diterima TribunBanten, luas lahan yang diduga diklaim TNI AD tersebut seluas 372 hektar, berdasarkan sertifikat hak pakai (SHP) yang keluar pada tahun 2012.
Baca juga: Kunjungan Wakasad Diwarnai Aksi Bakar Hasil Tani, Diduga Buntut Lahan Warga Pandeglang Dirusak TNI
Dari 372 hektar itu, 5 hektar milik 23 warga yang menggarap sudah masuk tahap perataan yang dilakukan pihak TNI AD.
Menurut pantauan TribunBanten di lokasi, ada tiga alat berat yang sudah beroperasi melakukan perataan di lahan milik warga yang masih aktif membayarkan pajak bumi dan bangunan (PBB), sejak puluhan tahun hingga 2025.
Tak hanya itu, pohon kelapa dan kayu yang ditanam warga juga sudah terlihat rata dengan tanah.
Bahkan, sawah-sawah milik warga yang baru saja ditanam padi yang masih terlihat hijau sebagian sudah tertimbun tanah.
Salah seorang warga, Suarta menyampaikan, alasan warga datang ke lokasi menyambut kedatangan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) ingin menyampaikan keluh kesah yang sedang dihadapi warga saat ini.
Terlebih, belum ada simpati dari pihak pemerintah selain desa terhadap persoalan yang dihadapi warga soal konflik lahan yang diklaim milik TNI AD.
"Karena itu kehidupan kami, dari awal sampai sekarang pohon kelapa dan kayu jadi sumber pendapatan kami. Tapi kalau ditebang dari mana lagi kami dapat kehidupan," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat akan tenang jika pihak TNI AD memberikan kejelasan soal status lahan yang sekarang digarap.
"Kalau begini cara kami sangat sedih banget, kami sudah menanyakan belum ada kepastian buat kami," ujarnya.
Ia mengaku, dari 23 orang yang menggarap lahan 5 hektar tersebut, belum satu pun mendapat ganti rugi dan kepastian dari TNI AD.
"Itu ada 23 orang belum ada ganti rugi. Itu juga banyak sawah dan pohon rusak."
"Dan kami belum dengar bahasa yang enak, nyaman belum ada."
"Yang kami rasakan sekarang ini sedih banget," ujarnya.
"Melihat masyarakat dari mana makannya ke depan," sambungnya.
Dia berharap kepada pemerintah di mana pun berada, agar memberikan simpati kepada masyarakat desa Rancapinang.
"Di mana saja yang dengar suara rakyat, kami minta simpati. Itu lah yang kami rasakan dan itulah yang inginkan," ucapnya.
TribunBanten juga berupaya untuk meminta tanggapan dari Dandim Pandeglang dan Wakasad yang meninjau lokasi pembangunan Bataliyon TP.
Namun, pihak anggota TNI tidak memperbolehkan untuk masuk.
TribunBanten baru bisa masuk, setelah Wakasad dan Dandim Pandeglang sudah berangkat menggunakan helikopter.
Salah satu Komandan Koramil Kecamatan Cimanggu, Kapten Inf, Supandi menyampaikan, di lokasi ini akan dibangun Bataliyon Teritorial Pembangunan (TP) dengan tujuan untuk membantu mensejahterakan masyarakat.
"Di sini anggota kami akan membantu para petani. Dan nanti di sini akan ada Makonya, Baraknya dan perlengkapannya," ujarnya.
"Nanti ada Kompi pertanian, Kompi peternakan dan Kompi lainya," sambungnya.
Menurutnya, kedatangan Wakasad ke lokasi, meninjau progres pembangunan Bataliyon TP dibangun.
"Targetnya mungkin lima bulan selesai," ujarnya.
Tidak hanya itu, dia juga menanggapi protes warga soal lahan yang diklaim TNI AD.
Ia mengungkapkan, kronologi pembebasan lahan terjadi pada tahun 1997 di bawah tim pembebasan.
"PT nya saya lupa, kalau tidak salah di bawah pimpinan Pak Tana itu. Dia membantuk tim panitia pembebasan di sini," ungkapnya.
Menurutnya, pada saat itu pembebasan lahan melibatkan pihak Desa Rancapinang.
"Panitia dari lokal. Tapi ada yang sudah meninggal dan ada yang masih hidup. Bahkan aparatur desa pun ada, sekarang mengetahui," ujarnya.
Ia mengatakan, adanya pro dan kontra yang terjadi sekarang ini dimungkinkan sebagian masyarakat tidak mengetahui terkait pembebasan lahan.
Baca juga: Hasbi Jayabaya Diminta Bantu Warga Tenjolaya Wanasalam, Terkait Konflik Lahan Bersama PT MII
"Dan kami ketahui, tanah di sini adalah tanah negara (TN). Tim pembebas itu hanya tim gati rugi garapan, bukan jual beli. Karena tanah negara waktu itu," katanya.
Ia mengaku, bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat soal penggarapan lahan yang tengah digarap saat ini.
"Semuanya sudah kita lakukan, tidak masalah dari dulu juga. Cuma sekarang saja, karena tanah mau digunakan," ujarnya.