Seren Taun 2025 Kasepuhan Cisungsang
Desa Adat Kasepuhan Cisungsang Tetap Eksis Meski Sudah 671 Tahun, Terkenal Dengan Ritual Seren Taun
Mengenal desa adat kasepuhan Cisungsang, sebuah desa yang masih tetap eksis mempertahankan tradisi dan budaya leluhurnya secara turun-temurun
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Ahmad Tajudin
TRIBUNBANTEN.COM - Mengenal desa adat kasepuhan Cisungsang, sebuah desa yang masih tetap eksis mempertahankan tradisi dan budaya leluhurnya secara turun-temurun meski sudah ratusan tahun.
Desa ini berada di Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, yang berbatasan dengan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Desa ini terkenal dengan tradisi dan budayanya, salah satunya upacara Seren Taun yang baru saja digelar pada Minggu (28/9/2025) sebagai ungkapan syukur atas hasil pertanian dan simbol ketahanan pangan.
Baca juga: Mengenal Ritual Seren Taun Kasepuhan Cisungsang, Bentuk Rasa Syukur Masyarakat Adat saat Panen Raya
Ketua Adat Guru Cucuk Kasepuhan Cisungsang, Abah Usep Suyatma SR, menyampaikan bahwa Kasepuhan Cisungsang telah eksis selama 671 tahun dan kini dipimpin oleh beliau yang merupakan generasi keempat.
"Kami ini bukan siapa-siapa, kami hanya kelompok masyarakat adat, yang sudah ada dan berdiri sejak 671 tahun lalu. Keberadaan kami turun temurun, saya generasi ke empat hari ini," ujarnya saat menyampaikan sambutan di acara puncak ritual Seren Taun 2025, di Imah Gede, Desa Cisungsang, Minggu.
Abah Usep menyebut, dirinya sebagai generasi keempat, di mana ayah dan kakeknya berusia panjang yang mencapai ratusan tahun.
Mulai dari dirinya saat ini berusia 55 tahun, ayahnya yang udah meninggal di usia sekitar 126 tahun
dan kakeknya meninggal di usia sekitar 250-300 tahun.

Sampai saat ini, makam ayah dan kakek keturunan nenek moyangnya berada di lingkungan kawasan Imah Gede, yang sudah dikeramatkan di kompleks tersebut.
"Jadi kasepuhan Cisungsang bukan kelompok masyarakat yang berpikir atas dasar pemikiran baru, tapi kami sejak ratusan tahun. Di dalam hal ini kami sudah mendapatkan legitimasi dari negara dari pemerintah," ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa keberadaan masyarakat adat telah mendapatkan pengakuan secara hukum dan statistik yang jelas.
Beberapa di antaranya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Kasepuhan serta SK Bupati Lebak Nomor 430/740-DLH/III/2022 tentang Penetapan Peta Wilayah dan Hutan Adat Kasepuhan Cisungsang.
Saat ini, luas wilayah adat tercatat 6.177,38 hektar, dengan hutan adat seluas 1.599 hektar dan lahan sawah mencapai 4.933 hektar.
Selain itu, terdapat 9.097 penggarap aktif, 150 petani milenial, dan pembangunan dua irigasi, satu di antaranya masih berjalan dan satu lagi direncanakan tahun depan.
Baca juga: Ritual Seren Taun Kasepuhan Cisungsang 2025, Gubernur Andra : Tradisi Kebanggaan Bangsa Indonesia
Penanaman 4.500 pohon telah ditanam sebagai bentuk komitmen menjaga lingkungan.
Desa adat kasepuhan Cisungsang tersebar di sepuluh desa yang ada di Kecamatan Ciherang, Kabupaten Lebak.
"Kami masyarakat Kasepuhan Cisungsang ada di sepuluh desa. Kepala desa ini dari masyarakat berdasarkan keturunan. Jadi kalau keturunan dari kami, yang tertinggi dari turunan itu, itu yang boleh datang ke ketua adatnya," katanya.
"Jadi tidak bisa masyarakat di bawah itu, seperti incu putu (Cucu,red), itu tidak boleh langsung menghadap ke Kasepuhan, harus mewakili keturunan tertua. Jadi satu keturunan yang tertua yang boleh menghadap, nanti kalau sudah wafat maka akan digantikan oleh keturunannya yang tertua," jelas Abah Usep.
Di lingkungan kasepuhan, kata Abah Usep, selain ada sepuluh kepala desa yang dipilih berdasarkan nasab keturunan.
Di sana juga terdapat pagar kolot yaitu seseorang yang bertugas sebagai penjaga atau pengawal wilayah Kasepuhan.
Kemudian ada juga paraji atau dukun beranak yang bertugas untuk membantu ibu-ibu melahirkan yang juga turun temurun perangkat nya, sesuai nasab keturunan.
"Kita juga ada penghulu untuk menikahkan itu juga turun menurun. Ada juga bengkong, untuk menyunatkan kita ada turun temurun," jelasnya.
Hanya saja untuk bengkong, kata dia, dengan seiringnya modernisasi zaman, pihaknya membolehkan masyarakat adat kasepuhan untuk menyunatkan anaknya melalui unit layanan kesehatan dari Dinas Kesehatan.
Artinya proses sunat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu bisa dilakukan secara tradisional lewat bengkong, atau bisa juga dengan dokter di rumah sakit.
"Tapi tradisinya tetap, mereka harus siap dua pengeluaran, yaitu pertama melalui tahapan adat dan pelaksanaan di dinas kesehatan," pungkasnya.
Mengenal Tradisi Seren Taun
Seperti diketahui, masyarakat adat kasepuhan Cisungsang yang berlokasi di Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten kembali menggelar tradisi Seren Taun 2025.
Acara yang digelar di Imah Gede Kasepuhan Cisungsang, Minggu (28/9/2025) berlangsung meriah.
Seren Taun adalah salah satu ritual sakral masyarakat adat kasepuhan Cisungsang, yaitu sebuah upacara adat panen raya dengan cara memasukan padi ke dalam lumbung padi atau leuit adat kasepuhan.

Ritual yang dilakukan masyarakat adat pasca panen raya ini adalah salah satu budaya masyarakat Cisungsang, sebagai rasa syukur masyarakat adat atas hasil bumi yang sudah ada sejak 670 an tahun dan masih dipertahankan hingga saat ini.
Sekretaris Adat Guru Cucuk Kasepuhan Cisungsang, Henriana Hatra Wijaya menyampaikan, ritual Seren Taun ini adalah salah satu dari sekian banyak ritual-ritual yang ada di masyarakat Cisungsang.
"Ritual ini disebut penting karena pada tahun itu sebagai satu titik momentum, akhir dari satu siklus bercocok tanam secara tradisional, yang juga sebagai awal dalam satu tahun ke depan," ujarnya saat ditemui di Imah Gede, Minggu (28/9/2025).
Pria yang akrab disapa Abah Nochi itu menyebutkan bahwa ritual Seren Taun merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur dari masyarakat Cisungsang atas hasil panen yang melimpah.
Ketika masyarakat selesai bertani padi, dan menghasilkan hasil panen yang melimpah.
Maka acara Seren Taun digelar, dengan sebuah ritual yang sakral yang sudah ada sejak turun temurun.
"Seren taun itu waktunya kami berbagi, dengan semua pengunjung dan masyarakat yang hadir pada hari ini," katanya.
"Ini sebagai media silaturahim bertemunya banyak kalangan, banyak kepentingan mulai dari pemerintah dengan masyarakat nya, pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, stakeholder yang lain terkait budaya dan lain sebagainya bertemu di sini. Kita undang semua untuk berbicara satu fokus yang sama yaitu pelestarian kebudayaan," jelas Abah Nochi.
Adapun acara Seren Taun ini, kata dia, merupakan puncak ritual dari beberapa ritual yang sebelumnya telah mereka laksanakan.

Abah Nochi menyebut, rangkaian acara Seren Taun ini berlangsung hampir delapan hari.
Sebelumnya, masyarakat adat kasepuhan Cisungsang telah menggelar beberapa rangkaian ritual di antaranya:
- Rasul Pare di Leuit pada Senin 22 September 2025
- Bubuka dan pantun tradisional pada Kamis 25 September 2025
- Balik Taun Rendangan pada Jumat 26 September 2025
- Ngareremokeun pada Sabtu 27 September 2025
- Puncak Ritual Seren Taun Kasepuhan Cisungsang dengan Pemerintah Daerah pada Minggu 28 September 2025
- Penadaran dan penutupan seren taun pada Senin 29 September 2025
Baca juga: Ada Ritual Seren Taun 2025 di Kasepuhan Cisungsang, Lebak-Banten Hari Ini, Berikut Rangkaiannya
"Besok kita acara penandaran sekaligus penutupan Seren Taun," ungkapnya.
Pada acara kali ini, pihaknya tidak hanya menggelar rangkaian ritual secara sakral.
Namun juga berkolaborasi dengan beberapa pihak, untuk bisa memeriahkan acara tahunan tersebut.
Seperti diketahui, ritual Seren Taun Kasepuhan Cisungsang juga kini telah menjadi bagian dari Kharisma Event Nusantara (KEN) yang dikurasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), berkat keunikan tradisi dan nilai-nilai budayanya yang kuat.
Sehingga di samping adanya ritual sakral, panitia juga membuat side event untuk mensuport kegiatan dalam rangka memeriahkan Seren Taun 2025.
Mulai dari diskusi atau workshop soal Kasepuhan Cisungsang, Kirab Budaya, Aktraksi kesenian debus, jaipong, wayang golek, parade band, dan beberapa rangakaian acara lainnya yang cukup meriah.

Berdasarkan pemantauan TribunBanten.com saat di lokasi, ribuan warga dari berbagai daerah tampak sudah berkumpul di lingkungan imah gede atau rumah tradisional yang secara harfiah berarti "rumah besar".
Kehadiran mereka di imah gede untuk menyaksikan proses ritual Seren Taun yang digelar oleh masyarakat Kasepuhan Cisungsang.
Ritual dimulai dari proses penyambutan para tokoh pimpinan pejabat daerah hingga kementerian di Bale Ajeng Kasepuhan Cisungsang.
Dari Gubernur Banten Andra Soni, Bupati Lebak Hasbi Jayabaya dan seluruh rombongan disambut langsung oleh Tokoh Adat Cisungsang Abah Usep Suyatma.
Setelah penyambutan, disambung dengan prosesi ritual ngarengkong.
Ngarengkong adalah tradisi masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang, untuk mengangkut padi dari sawah menuju lumbung (leuit).
Padi diangkut menggunakan alat bambu panjang bernama rengkong, dengan diiringi musik tradisional seperti gendang, gong, dan beduk, serta diisi dengan nyanyian dan tarian.
Padi yang telah dibawa oleh masyarakat adat kemudian dikumpulkan di depan leuit adat.
Setelah itu dilakukan doa khusus yang dipimpin langsung oleh salah satu tokoh kasepuhan setempat.
Setelah doa, padi kemudian dimasukan dan dirapikan ke dalam lumbung padi atau leuit adat sebagai simbol keberlanjutan dan kesejahteraan.
Dalam prosesi itu, Gubernur Banten Andra Soni hingga Bupati Lebak Hasbi Jayabaya turut memasukan padi ke leuit adat menggunakan tangga.
Bukan hanya memasukan padi, Andra dan Hasbi turut masuk ke dalam leuit untuk turut merapikan padi agar tersusun rapi.
Saat ini, rangkaian acara masih berlangsung acara saresehan warga kasepuhan dengan pemerintah, yaitu pemaparan dan sambutan dari pejabat daerah hingga menampung aspirasi masyarakat kasepuhan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.