Viral Mahasiswa UIN di Tangerang Bayar Kuliah Pakai Uang Logam, Tak Dinyana Beratnya 17,5 Kilogram
Tidak sanggup membawa sendiri, Saeful meminta tolong teman untuk membantunya membawa uang hasil tabungan keluarga itu ke bank.
TRIBUNBANTEN.COM, TANGERANG - Seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saeful Margasana viral di media sosial usai mengunggah kisahnya membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan uang logam pecahan Rp 1.000 ke media sosial Twitter.
Dalam cuitan di akun Twitternya @hewanberbicara itu, Saeful menceritakan secara runut dari mulai kendalanya membayar uang kuliah hingga memecahkan celengan yang berisi uang logam itu.
Tak berhenti sampai situ, Saeful juga menceritakan perjuangannya membawa uang logam yang sangat banyak itu ke bank hingga ditolak oleh teller bank.
TribunJakarta.com (Tribun Network) menghubungi Saeful untuk mengonfirmasi kisahnya itu.
Saeful menyebut dirinya merupakan mahasiswa mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berkampus di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Ia menuturkan, mulanya kesulitan bayar uang kuliah sebesar Rp 3,5 juta karena orang tuanya terdampak Covid-19 secara ekonomi.
Ayahnya yang merupakan seorang motir tambal ban.
Sementara, sang ibu hanya penjual gorengan di sekolah.
• Sang Ayah Menangis Gantikan Wisuda Putrinya yang Meninggal Dunia, IPK Cum Laude dan Sempat Ingin S2
Sebenarnya, pendapatan sang ibu yang paling terimbas. Ia tidak bisa berjualan karena sekolah ditutup.
Mulai 2016, Saeful, orang tuanya dan dua adiknya selalu memasukkan uang Rp 1.000 logam ke dalam celengan yang terbuat dari botol air mineral bekas.
Terus menerus dikumpulkan, uang itu telah digunakan pada situasi darurat.
Saat tenggat bayar kuliah sudah dekat, Saeful, atas seizin orang tuanya akhirnya menggunakan celengan receh logam itu.
Saeful mengungkapkan ia juga pernah kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT) hingga meminjam kepada seseorang pada tahun sebelumnya.
Namun untuk pembayaran UKT kali ini, Saeful tak ingin kembali berutang.
"Karena kan lagi pandemi gini. Orang tua juga pemasukan lagi enggak ada. Cuma jualan gorengan di sekolah sekolah juga ditutup, bapak cuma tambal ban, ya tambal ban, paling mengisi angin seribu dua ribu."
"Tahun kemarin sempat pinjam duit buat bayar UKT, mau minjam lagi juga enggak enak, minjam-minjam mulu buat bayar kuliah. Akhirnya ada tabungan dibukalah itu, hari Rabu kalau enggak salah," tutur Saeful.
Akhirnya, ia bersama orang tuanya yang tinggal di Cisoka, Kabupaten Tangerang memutuskan untuk membongkar celengan keluarga yang diisi sejak 2016.
"Akhirnya ada tabungan dibukalah itu, hari Rabu kalau enggak salah," ujar Saeful.
Meski demikian, Saeful sempat sangsi dengan celengan keluarganya yang hanya berisi uang logam pecahan Rp 1.000 itu.
Namun, setelah dihitung seharian lebih, ternyata uang logam itu cukup untuk membayar UKT sebesar Rp 3,5 juta.
"Yasudahlah dicoba buka celengan, awalnya enggak yakin sampai ada Rp 3,5 juta. Akhrinya dihitung duitnya, pagi-pagi sudah dapat Rp 1,2 juta. Ngitungnya juga pegel, ditinggal tidur. Eh diterusin sama ibu, Ini sudah selesai, dan cukup," imbuh Saeful.
Saking banyaknya uang logam hasil celengan tersebut, Saeful sampai menimbang dan beratnya mencapai Rp 17,5 kilogram.
Tidak sanggup membawa sendiri, Saeful meminta tolong teman untuk membantunya membawa uang hasil tabungan keluarga itu ke bank.
"Besoknya berangkat lah saya minta tolong sama temen buat megangin, berat soalnya Rp 17,5 kilo. Teman juga kaget, eh ini duit. Kalau naik angkot pegal bawa duitnya. Akhirnya pakai motor dia berangkat," ujarnya.
Dari Cisoka, Saeful membayar biaya kuliahnya ke bank yang ada di Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Apesnya, bank pertama yang didatangi mengaku sistemnya sedang error, padahal Saeful sudah sempat mengantre.
"Jam 09.30 WIB, sampai lah ke BNI, BNI sudah ngantre, ternyata embak-embaknya bilang eror," ujarnya sambil tertawa.
Tidak kalah apes, pada bank kedua yang disambangi, Saeful malah ditolak teller bank dengan alasan tidak ada alat penghitung uang logam.
"Nyobalah di Mandiri, sudah ngisi kertas gitulah, ngantre, sudah dimasukin datanya sama embak-embaknya. Saya nanya boleh enggak bayarnya pakai uang receh. Mungkin yang dia maksud seribuan dua ribuan kali ya, katanya boleh."
"Pas sudah maju sampai depan teller ditanya, 'Mana mas duitnya'. Saya panggil teman saya. Pas dilihat satu kardus, dia kaget, wah recehan," ujarnya.
Karena uang logamnya tidak diterima, Saeful dan temannya akhirnya menukarkan recehan itu ke minimarket.
Bukan satu, tapi lima minimarket berbeda.
"Enggak satu Alfamart, ada yang nerima Rp 500 ribu, ada yang nerima Rp 1 juta, ada yang Rp 1,5 juta," ujar sulung dari tiga bersaudara itu.
Uang logam sudah ditukar menjadi uang kertas pecahan Rp 100 ribu, Saeful dan temannya kembali ke bank.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Saeful mendapati pintu bank sudah tertutup.
Ia pun terpaksa kembali pulang ke rumah dengan uang tetap di tangan walaupun suah berubah dari logam menjadi uang kertas.
Setidaknya Saeful bersyukur karena ia baru mengetahui bahwa tenggat pembayaran uang semester limanya diundur sampai 21 Agustus 2020 dari yang sebelumnya 14 Agustus 2020.
"Pas saya pulang malamnya ada pemberitahuan diperpanjang sampai tanggal 21," ujarnya.
Saeful lantas berharap agar pihak kampus bisa mendengarkan keluhan-keluhan para mahasiswa di tengah pandemi.
Terlebih, soal pembayaran UKT yang dinilai tidak meringankan beban mahasiswa.
"Harapan saya buat pihak kampus agar bisa lebih mendengarkan suara-suara mahasiswanya," kata Saeful.