Sejauhmana urgensi Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19?
Kendati menuai kontroversi publik, agenda Pilkada serentak yang akan di helat 9 Desember mendatang tetap dilaksanakan.
Tulisan ini disampaikan oleh : Farida Laela*
(*Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI)
TRIBUNBANTEN.COM Kendati menuai kontroversi publik, agenda Pilkada serentak yang akan di helat 9 Desember mendatang tetap dilaksanakan.
Berbagai desakan publik muncul untuk ditundanya penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 kali ini, namun tampaknya pemerintah melalui Mendagri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta DPR telah menyepakati pelaksanaan pilkada serentak 2020 pada 9 Desember mendatang.
Berbagai “payung hukum” pun tak lupa disiapkan untuk terselenggarnya pilkada serntak ini. Diantaranya, adanya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
Serta adanya penegakkan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, UU Nomor 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan dan KUHP.
Hal ini makin menguatkan rasa penasaran publik perihal alasan dibalik tetap diselenggarakannya agenda tersebut tanpa mengindahkan imbauan maupun desakan publik untuk menunda Pilkada ditengah pandemi Covid-19 saat ini yang menimbulkan polemik dan tanda tanya besar di benak publik Indonesia mengingat angka penyebaran virus Covid-19 yang sampai saat ini belum menunjukkan grafik penurunan yang signifikan.
Hal ini senada dengan yang di ungkapkan oleh dua organisasi besar Islam di tanah air yakni Muhammadiyah dan PBNU yang menyatakan agar pelaksanaan pilkada serentak 2020 di tunda dan di tinjau kembali dengan alasan kemanusiaan yang mengedepankan keselamatan dan kelangsungan hidup warga masyarakat.
Terdapat 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota di seluruh Indonesia yang tengah bersiap menghelat perayaan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin yang akan menjadi kepala daerah di daerahnya masing-masing.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu pun mempersiapkan diri untuk perhelatan pilkada serentak 9 Desember mendatang.
Dalam kesempatan yang berbeda, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyatakan “pilkada tidak akan ditunda untuk menjaga hak konstitusi rakyat, yakni hak dipilih dan memilih.
Oleh karena itu, pilkada 2020 harus tetap dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Ia menambahkan “ Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir lantaran tidak ada satu pun yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir.
Menurutnya “pilkada serentak ini harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional serta menjaga keberlanjutan sistem pemerintahan demokratis sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945”, imbuhnya.(Kompas, 21/9/2020)
Dalam konteks perbandingan politik, “political institution is the rule of the game and political arrangement” dimana agregasi dan kepentingan individu melahirkan keputusan politik yang formal. (Lawrence Mayer, 1989).
Serta teori Demokrasi Elit yang di kemukakan oleh Schumpeter dimana keputusan politik dalam demokrasi merupakan seperangkat kelembagaan untuk mencapai keputusan politik dengan cara memberi kekuasaan.