Sepanjang Berdiri, KPK Proses Hukum 12 Menteri, Terbanyak di Era Kepemimpinan SBY
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menambah daftar menteri yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK
TRIBUNBANTEN.COM, BANTEN - Sepanjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri, sudah sebanyak 12 menteri di pemerintahan Republik Indonesia ditetapkan sebagai tersangka.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merupakan menteri ke-12 yang ditetapkan tersangka oleh komisi anti rasuah yang berdiri pada 2003 itu.
Bila dirinci, 12 orang menteri itu terdiri dari 4 orang menteri pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, 6 menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan 3 menteri era Presiden Joko Widodo.
Satu orang menteri di antaranya, Bachtiar Chamsyah, menjabat dalam dua era pemerintahan, yakni pada Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Megawati dan Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin SBY.
Dari 12 orang menteri tersebut, 5 orang ditetapkan sebagai tersangka setelah tidak menjabat, sedangkan 7 lainnya ditetapkan sebagai tersangka saat masih menduduki kursi menteri.
Berikut ini daftar para menteri yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK:
1. Rokhmin Dahuri
Rokhmin Dahuri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004 yang dipimpin Presiden kelima Megawati Soekarnoputri.
Rokhmin tercatat menjadi menteri pertama yang dijerat KPK meski ditetapkan sebagai tersangka setelah ia sudah tidak menjabat sebagai menteri.
Ia divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengumpulan dana dekonsentrasi yang dilakukan melalui pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebesar lebih dari Rp 15 miliar.
2. Achmad Sujudi
Achmad Sujudi adalah Menteri Kesehatan pada Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004 yang dipimpin Presiden kelima Megawati Soekarnoputri.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korpsi pengadaaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2003 pada Mei 2009 ketika ia sudah tidak menjabat.
Setelah melalui proses persidangan, ia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung PT Kimia Farma Trade and Distribution sebagai rekanan pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pada kawasan Indonesia bagian timur.
Ia pun dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan pada tingkat banding.