Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati, Gerindra & PDIP Kompak
Sebab, keduanya selaku menteri atau penyelenggara negara yang mendapat kuasa justru melakukan praktik korupsi di tengah bencana pandemi Covid-19.
TRIBUNBANTEN.COM - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mendadak mengeluarkan pernyataan mengejutkan bahwa Edhy Prabowo dan Juliari Batubara yang ditangkap KPK karena dugaan melakukan korupsi sewaktu menjabat menteri adalah layak dituntut hukuman pidana mati.
Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional: Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Omar dalam acara tersebut.
Diketahui, Edhy Prabowo ditangkap KPK karena dugaan menerima suap izin ekspor benih bening lobster.
Edhy ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan KPK pada 25 November 2020.
Edhy Prabowo diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.
Selain itu, menteri asal Partai Gerindra tersebut juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Dan tepat pada Sabtu (5/12/2020) dini hari, KPK kembali melakukan OTT terhadap empat orang hingga akhirya Juliari Batubara selaku Menteri Sosial datang menyerahkan diri ke kantor KPK.
Baca juga: Prabowo Murka Dikhianati Edhy Prabowo: Dia Anak yang Saya Angkat dari Selokan 25 Tahun Lalu
Baca juga: Aliran Dana Suap Eks Menteri KKP Edhy Prabowo Diduga untuk Sewa Apartemen Pebulutangkis Wanita
Juliari Batubara dan empat orang itu diduga terlibat praktik suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Juliari Batubara selaku Menteri Sosial asal PDI Perjuangan itu diduga menerima uang suap sekitar Rp17 miliar dari pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama dan kedua di Kabodetabek.
Uang tersebut diduga digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari Batubara.
Kini, kasus dugaan suap Edhie Prabowo dan Juliari Batubara di KPK tengah memasuki tahap penyelesaian dan segera diserahkan ke jaksa penuntut untuk selanjutnya disidangkan.
Baca juga: Mensos Juliari P Batubara ke Gedung Merah Putih 35 Menit Setelah KPK Mengimbau untuk Serahkan Diri
Baca juga: Juliari Batubara Buat Bangga & Kesal Wanita Cantik Ini Sebelum Tersandung Korupsi Sembako Corona
Menurut Eddy Hiariej, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati.
Sebab, keduanya selaku menteri atau penyelenggara negara yang mendapat kuasa justru melakukan praktik korupsi di tengah bencana pandemi Covid-19.
Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.
"Jadi, dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tegasnya.
Ancaman hukuman mati telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."
Lalu, seperti apa respons pihak PDI Perjuangan dan Gerindra atas pernyataan Wamenkumham itu?
PDIP dan Gerindra Kompak Respons Seperti Ini
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno mengakui korupsi merupakan kejahatan terhadap keadilan sosial dan peri kemanusiaan.
Namun, menurutnya, tuntutan hukuman terhadap seorang terdakwa kasus korupsi harus menunggu proses hukumnya.
"Namun, biarlah hukum yang bicara, karena konstruksi hukum yang valid memiliki asas filosofis, sosiologis dan yuridis yang kuat dan terukur," kata Hendrawan saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/2/2021).
Anggota Komisi XI DPR RI ini menyatakan, semua pihak harus sabar menunggu tuntutan hukuman yang dijatuhkan, mengingat saat ini kasus tersebut sudah masuk ranah hukum.
Baca juga: Terungkap Ki Anom dan Keluarga Dibunuh Pakai Balok, Pelaku Mengaku Khilaf dan Diancam Hukuman Mati
Baca juga: Jika Mensos Juliari P Batubara Terbukti Melanggar UU ini, Ketua KPK: Ada Ancaman Hukuman Mati
Proses penyelidikan dan penyidikan masih terus dilakukan untuk datang dengan konstruksi hukum yang benar dan adil.
"Untuk sementara ini sebaiknya kita hemat opini, baik opini akademis maupun opini politis, agar aparat penegak hukum dapat bekerja dengan kejujuran dan kesungguhan," ucap Hendrawan.
Respons senada disampaikan pihak Gerindra.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, pihaknya menyerahkan seluruh proses hukum kadernya itu ke KPK.
"Kami serahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Tidak etis kami mengomentari proses penyidikan yang sedang berjalan," kata Habiburokhman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/2/2021).
Habiburokhman menilai, proses penyidikan terhadap Edhy Prabowo akan bergantung dari fakta-fakta dan bukti hukum yang dikumpulkan KPK.
Ia menjelaskan, KPK akan mengumpulkan fakta-fakta hukum dan akan diuji di persidangan.
"Fakta hukum itu apa yang dikumpulkan oleh penyidik lalu dikontestasi di persidangan dengan bukti-bukti terdakwa. Lalu disimpulkan oleh hakim," ucapnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar semua pihak tidak terlebih dahulu berspekulasi terhadap tuntutan hukum yang akan diterima dua menteri tersebut.
Sebab, menurut dia, setiap perkara memiliki konstruksi masing-masing.
"Makanya kita jangan berspekulasi. Biarkan aparat penegak hukum menjalankan tugasnya sesuai Undang-Undang," ucap Habiburokhman.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati, PDIP Soal Juliari Batubara Dinilai Layak Dituntut Mati: Biar Hukum yang Bicara dan "Wamenkumham Nilai Edhy Prabowo Layak Dihukum Mati, Apa Kata Gerindra?"
