Kronologi Pria Asal Tegal Ejek Gibran Rakabuming, Bermula dari Postingan Ajang Piala Menpora di Solo
Aparat Polresta Solo meminta keterangan AM, pria asal Slawi, Tegal, Jawa Tengah.AM diduga mengejek Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka di medsos
TRIBUNBANTEN.COM, SOLO - Aparat Polresta Solo meminta keterangan AM, pria asal Slawi, Tegal, Jawa Tengah.
AM diduga mengejek Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka di media sosial.
Baca juga: Mahasiswa Dipanggil Polisi Karena Komentari Gibran Tak Paham Bola dan Hanya Terima Jabatan
Baca juga: Begini Ekspresi Gibran Rakabuming Saat Disinggung Soal Hubungan Asmara Kaesang dan Felicia Tissue
Paur Humas Polresta Solo, Aiptu Iswan Tri Wahyudiono, mengatakan alasan pemanggilan AM adalah membuat postingan informasi tidak benar atau hoaks di kalom komentar akun media sosial (mensos).
"Jadi dia membuat napas Hoax," ungkap Iswan saat dikonfirmasi TribunSolo.com.
Lalu, apa sebenarnya yang ditulis oleh AM di medsos?
Postingan itu ditulis AM di akun Instagram @garudarevolution.
"Tahu apa dia tentang sepak bola, tahunya cuma dikasih jabatan aja," tulisnya pada Sabtu (13/3/2021) pukul 18.00 WIB.
Terkait hal itu, AM pun mengakui perbuatannya.
"Benar, memang saya menulis komentar di @garudarevolution di postingan soal semi final dan final Piala Menpora Solo," ujar AM dikutip dari akun Instragram @polrestasurakarta.
"Dan saya minta maaf kepada Bapak Gibran Rakabuming Raka dan kepada masyarakat serta Polresta Solo, saya menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi," lanjutnya.
Sebelumnnya AM, telah diingatkan oleh Tim Virtual Police Polresta Surakarta, agar menghapus postingannya.
AM sebenarnya telah menghapusnya.
Tapi, ia tetap harus ke Polresta Solo untuk diperiksa.
Dia juga diminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan meminta maaf kepada Gibran Rakabuming Raka dan masayarakat.
Menurut Kapolresta Solo, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, Polresta Solo telah menyiapkan virtual police untuk memberi edukasi sekaligus pengawasan terhadap pengguna media sosial agar terhindar dari pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tim khusus virtual police ini bertugas memberi edukasi sekaligus pengawasan terhadap pengguna media sosial agar terhindar dari pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tim itu bekerja sama dengan para ahli antara lain ahli bahasa, ahli hukum dan ahli ITE untuk mengkonfirmasi semua postingan pengguna media sosial.
Virtual police akan memberi peringatan melalui direct message (DM) agar menghapus postingannya.
Baca juga: Sambil Membungkuk, Begini Potret Sikap Gibran Rakabuming saat Bertemu FX Hadi Rudyatmo
Baca juga: Gibran Buat Gebrakan Baru, Minta Semua Kepala Dinas Punya Medsos dan Siap Berantas Prostitusi Online
"Terus kalau sudah di DM dan pemilik akun media sosial tersebut masih tetap tdk bergeming menghapus postingan tersebut, Tim Virtual Police akan memberikan pemberitahuan lagi, sampai postingan itu dihapus."
"Langkah-langkah persuasif tetap akan kita kedepankan untuk ini," ungkap Kapolresta Solo.
Ade berharap tidak ada lagi pihak yang merasa dikriminalisasi oleh Kepolisian, dan yang terpenting akan terwujud ruang digital Indonesia yang tetap bersih, sehat dan beretika serta produktif.
Timbulkan Keresahan di Masyarakat
Kasus ini lantas mendapat perhatian dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice (ICJR), Erasmus Napitupulu.
Erasmus menilai, penangkapan terhadap AM bukanlah merupakan wujud dari keadilan restoratif (Restorative Justice).
Menurutnya, tindakan Polresta Solo malah menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat.
"Tindakan polisi bukan merupakan restorative justice dan hal ini sangat berbahaya sebab justru menimbulkan iklim ketakutan oada masyarakat dan tidak memulihkan," kata Erasmus, dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/3/2021).
Ia mengatakan, restorative justice bertujuan untuk memulihkan kondisi antara pelaku kejahatan, korban dan masyarakat.
Erasmus mempertanyakan, siapa korban dari kasus ini.
Sebab, ia melihat Gibran juga tak melakukan pelaporan atas kasus dugaan penghinaan itu.
"Restorative justice ditujukan untuk memulihkan kondisi antara pelaku, korban dan masyarakat."
"Dalam kasus ini, apabila kasusnya adalah penghinaan, maka siapa korbannya? Sebab Gibran tidak melakukan pelaporan sama sekali," jelas Erasmus.
Lebih lanjut, Erasmus menjelaskan, UU ITE juga tak mengatur soal perlindungan bagi pejabat negara.
Direktur Eksekutif ICJR ini menuturkan, jika pola tindakan kepolisian seperti itu akan terus terjadi.
Polisi virtual dinilai akan mengancam dan memperburuk demokrasi di Indonesia.
Lantaran, masyarakat nantinya merasa takut dalam berpendapat hingga mengkritik pemerintah.
"Keberadaan polisi virtual justru difungsikan untuk mengawasi perilaku warga negara dalam berekspresi di dalam dunia digital."
"Hal ini jelas mengancam dan memperburuk demokrasi di Indonesia dan justru menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dalam menyampaikan pendapat atau memberikan kritik atas jalannya pemerintaha," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ejek Gibran Rakabuming Raka, Pria Asal Tegal Dipanggil ke Mapolresta Solo
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pria asal Tegal Dipanggil Polisi Setelah Ejek Gibran, ICJR: Menimbulkan Takut pada Masyarakat