Digitalisasi Ekonomi: Buka 26 Juta Lapangan Pekerjaan dan Konsumsi Naik 30%, Tapi Ini Risikonya

BI mencatat, terdapat 26 juta lapangan pekerjaan di bidang mikro, kecil, dan menengah melalui digitalisasi ekonomi. 

TribunBanten.com/Amanda Putri Kirana
Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) 2021 di Kantor Perwakilan BI Banten, Senin (5/4/2021). 

Liputan Wartawan TribunBanten.com, Amanda Putri Kirana

TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten, Erwin Soeriadimadja, memaparkan beberapa manfaat dan risiko digitalisasi ekonomi di Indonesia.

Melalui layanan ekonomi digital, masyarakat dapat menemukan metode usaha baru.

Terbukti dengan munculnya berbagai inovasi dan usaha baru, seperti layanan belanja online, jasa pembayaran online, dan ojek online.

BI mencatat, terdapat 26 juta lapangan pekerjaan di bidang mikro, kecil, dan menengah melalui digitalisasi ekonomi. 

Digitalisasi ekonomi juga memberikan dampak positif terhadap perdagangan online, yaitu jumlah konsumsi baru bertambah 30 persen. 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten, Erwin Soeriadimadja.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Banten, Erwin Soeriadimadja. (TribunBanten.com/Amanda Putri Kirana)

Pada e-commerce, lebih dari 35 persen pendapatan dihasilkan perempuan.

Konsumen di luar Pulau Jawa bisa lebih hemat 11-25 persen melalui pembelian online. 

“Digitalisasi ekonomi mampu melakukan konektivitas antar-beberapa pelaku ekonomi,” ujar Erwin dalam pemaparannya di Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) 2021 di Kantor BI Banten, Senin (5/4/2021). 

Namun, digitalisasi ekonomi juga memunculkan risiko yang timbul pada beberapa hal.

Di antaranya membatasi manfaat stabilitas makro ekonomi dan inklusi ekonomi keuangan dalam jangka panjang.

Jika tidak dikelola dengan baik, kepercayaan masyarakat pada sistem keuangan juga lama-kelamaan berpotensi akan tergerus atau melorot. 

Selain itu, digitalisasi dapat mendistorsi peredaran uang sehingga mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. 

“Sangat penting perkembangan fintech sejalan dengan perbankan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, karena perbankan adalah institusi yang teratur, tetapi fintech merupakan industri baru yang less regulated,” ucap Erwin. 

Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia

Baca juga: FEKDI 2021: BI Banten Fokus Perluas Retribusi Digital dan Kanal-kanal Pembayaran Nontunai

Dia kemudian menjelaskan dalam langkah mitigasi perkembangan digitalisasi ekonomi Indonesia, BI memiliki Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BPSI) 2025.

BPSI 2025 merupakan paduan arah kebijakan BI dalam sistem pembayaran pada era digital dalam rangka mendukung pembentukan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. 

BPSI 2025 ditujukan untuk membawa 91,3 juta penduduk Indonesia yang sifatnya unbanked dan 62,9 juta UMKM ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara sustainable melalui pemanfaatan digitalisasi. 

Ada lima prinsip yang dituangkan, yaitu integrasi ekonomi-keuangan digital, interlink fintech dengan perbankan, digitalisasi perbankan, keseimbangan inovasi dengan consumer protection, dan menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital.

Baca juga: Mendorong Semangat Kewirausahaan Santri, Bank Indonesia Banten Gelar Pelatihan Roti Pesantren

BSPI 2025 diwujudkan melalui 23 key deliverables yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam kurun waktu 2019 sampai 2025. 

Erwin juga menjelaskan beberapa manfaat BSPI 2025 bagi pelaku ekonomi.

Pertama, meningkatkan inklusi keuangan digital agar layanan SP dan jasa keuangan dapat dinikmati  masyarakat Indonesia secara luas.

Kedua, meningkatkan digitalisasi perbankan untuk meningkatkan daya saing perbankan.

Ketiga, meningkatkan daya dukung transaksi pembayaran digital sehingga dapat memfasilitasi transaksi ekonomi berbasis digital. 

“Satu di antara deliverable BSPI 2025 adalah kita mendorong Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS), atau sebuah metode pembayaran yang memungkinkan interface berbagai aplikasi yang sudah ada,” ujar Erwin.

QRIS merupakan bentuk inovasi digitalisasi sistem pembayaran yang mampu menjadi game changer di tengah terbatasnya mobilitas masyarakat saat masa pandemi Covid-19.

Akselerasi digitalisasi keuangan melalui QRIS juga dapat mendorong Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI) semakin berkembang.

Bentuk TP2DD di Banten

BI juga telah mengukuhkan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), sesuai dengan Keppres No.3/2021 tentang Satgas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah.

BI telah mewujudkan TP2DD di Banten.

Pertama pada 29 Maret untuk tingkat provinsi, kemudian diikuti Kota Serang, Kabupaten Lebak, serta Kota Tangerang dan Tangerang Selatan. 

Baca juga: 9 Jurus Bank Indonesia Demi Mendukung Pemulihan Perekonomian Nasional

“Adanya digitalisasi perbankan tidak menyurutkan BI untuk tetap mengedepankan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan juga simbol kedaulatan NKRI,” ucap Erwin.

Baru-baru ini, BI telah merencanakan program ‘Cinta, Bangga, Paham Rupiah’ untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai peran rupiah sebagai identitas dan simbol kedaulatan bangsa serta fungsi rupiah secara luas dalam perekonomian.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved