Keluhan Pengusaha Tempe di Serang Harga Kedelai Mahal Hingga Terancam Gulung Tikar
Hasanuddin, pengrajin dan pemilik usaha tempe di Kota Serang, Banten mengeluh karena harga kedelai naik.
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Glery Lazuardi
Laporan Wartawan TribunBanten.com, Ahmad Tajudin
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Hasanuddin, pengrajin dan pemilik usaha tempe di Kota Serang, Banten mengeluh karena harga kedelai naik.
Semula harga kedelai Rp 8.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp 11.500 per kilogram.
Sejauh ini, dia mengaku tidak mengetahui apa faktor penyebab kenaikan harga kedelai.
"Kalau umumnya keberatan, mau komplen bagaimana, yah akhirnya usaha jalan terus," ujar Hasanuddin saat ditemui di Jalan Raya Serang-Cilegon, Kampung Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, Minggu (30/5/2021).
Baca juga: Program Distanak dan DKP Banten 2021, Peningkatan Produksi Kedelai hingga Revitalisasi 3 Pelabuhan
Baca juga: Kisah Wasinah Pedagang Tahu Keliling, Curhat Kenaikan Harga Kedelai Membuat Sepi Pembeli
Menurut dia, sejumlah pengrajin tempe mengeluh karena kenaikan harga kedelai tersebut.
Kenaikan harga kedelai itu membuat pengrajin tempe kesulitan untuk menjalankan usaha karena mahalnya bahan produksi itu.
Untuk mengatasi naiknya harga kedelai, pihaknya mengantisipasi dengan dua cara.
"Pertama produksinya normal tapi harganya dinaikkan, atau harganya tetap sama tapi produksinya agak dikurangi," ujanya.
Ketika dia mencoba membuat produk tempe dengan produksi ukurannya normal, namun menaikkan harga jual.
Hal itu membuat para pembeli kemudian komplen kata dia, jika harganya dinaikkan.
Kemudian dia menggunkan cara kedua, yaitu dengan mengurangi isi produksi tempe agar ukuran tempe yang biasanya normal menjadi lebih kecil.
"Yah jadinya harga tetap normal, cuma isinya agak dikurangin," kata dia.
Sehingga walaupun harga kedelai mahal, dia tetap menjual ke pelanggan dengan harga normal.
"Walaupun ukurannya dikurangin, alhamdulillah tetap lancar," ucapnya.