Seorang Pria Gugat UU Perkawinan ke MK karena Tak Bisa Nikahi Pasangannya yang Beda Agama
Dalam isi gugatan tersebut, tertulis bahwa Ramos beragama Katholik akan menikah dengan seorang wanita beragama Islam.
Pasal 2 ayat 2
Perkawinan dengan berbeda agama dan kepercayaannya dapat dilakukan dengan memilih salah satu meode pelaksanaan berdasarkan pada kehendak bebas oleh para mempelai dengan pengukuhan kembali di muka pengadilan.
Pasal 2 ayat 3
Tiap-tap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gugatan Serupa Pernah Dilayangkan

Gugatan terkait UU Perkawinan dalam konteks pernikahan beda agama ternyata juga pernah dilayangkan kepada MK.
Dikutip dari Kompas.com, gugatan tersebut dilakukan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anbar Jayadi bersama empat rekannya.
Gugatan itu dilakukan pada tahun 2014.
Mereka menganggap UU No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia.
Menurut Anbar, imbas karena adanya UU tersebut adalah masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama, justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum.
Yaitu dengan menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau juga pernikahan secara adat.
"Jadi pasal 2 ayat 1 UU No.1/1974 itu justru berujung penyelundupan hukum karena seharusnya konstitusi memberikan kepastian hukum," ujar Anbar pada 4 September 1974.
Selain itu, Anbar juga menambahkan mengenai negara untuk tidak lagi terpaku dengan nilai-nilai luhur agama dan kepercayaan setiap warga negaranya, sehingga biarkan masyrakat yang memutuskan berdasarkan hati nurani dan keyakinannya sendiri.
Alasan tersebut pun menjadi dasar Anbar dan keempat rekannya untuk meminta MK menyatakan pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 174 tentang perkawinan di mana bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun UUD 1945 yang dimaksud adalah pasal 27 ayat 1 dan pasal 28B ayat 1, pasal 28D ayat 1, pasal 28E ayat 1 dan ayat 2, pasal 28I ayat 1, serta pasal 29 ayat 2.