Dugaan Korupsi BPO Gubernur dan Wagub Banten, BPKAD Klaim Sudah Lakukan Proses Penuh Kehati-hatian
Dugaan Korupsi BPO Gubernur dan Wagub Banten, BPKAD Klaim Sudah Lakukan Proses Penuh Kehati-hatian
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Ahmad Haris
Laporan Wartawan TribunBanten.com Ahmad Tajudin
TRIBUNBANTEN.COM, KOTA SERANG - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan adanya dugaan korupsi biaya penunjang oprasional (BPO) Gubernur, dan Wakil Gubernur Banten ke Kejaksaan Tinggi Banten.
Menanggapi hal itu, Kepala BPKAD Provinsi Banten, Rina Dewiyanti mengatakan, pihaknya menghormati laporan yang dilakukan oleh MAKI terkait dugaan korupsi BPO.
Ia menganggap, bahwa laporan yang disampaikan MAKI kepada Kejati Banten, merupakan salah satu bentuk demokrasi publik.
Baca juga: Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy Tanggapi Laporan MAKI ke Kejati Banten Soal Dugaan Korupsi
"Namun intinya, kita senantiasa melakukan proses pelaksanaan dan penatausahaan kegiatan BPO ini, mengacu kepada regulasi dan sesuai peraturan uu, serta melaksanakannya dengan penuh kehati-hatian," ujar Rina saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/2/2022).
Ia menjelaskan, bahwa regulasi yang mendasari dari BPO kepala daerah dan wakil kepala daerah, ada pada peraturan pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2000 tentang kedudukan, keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Kemudian PP nomor 58 tahun 2005 yang sekarang sudah diganti dengan PP nomor 12 Tahun 2019 Tentang pengelolaan keuangan daerah.
Lalu ada Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang sudah diganti dengan Permendagri nomor 77 Tahun 2020.
Selanjutnya ada Permendagri nomor 55 tahun 2008 yang mengatur tentang tata cara penata usahaan, penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran dan bagaimana penyampaian nya.
"Pemerintah daerah dalam hal ini, telah melakukan proses perencanaan, proses penganggaran, proses penata usahaan, pertanggungjawaban dan laporannya mengacu pada regulasi itu," ungkapnya.
Rina juga menyampaikan, bahwa pihaknya tidak mempersoalkan terkait laporan yang disampaikan MAKI kepada Kejati Banten.
Sebab menurut Rina, hal itu merupakan persepsi dari MAKI sebagai lembaga yang menyoroti hal tersebut.
BPO dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya, guna mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menurutnya BPO itu dianggarkan pada kelompok Belanja Tidak Langsung (BTL), jenis belanja pegawai dab objek belanja penerimaan lainnya.
Untuk pimpinan dan anggota DPRD serta KDH/WKDH, rincian objek belanja biaya penunjang operasional KDH/WKDH.
Berdasarkan hal tersebut, kata dia, maka untuk pertanggungjawaban BPO termasuk pada kelompok belanja tidak langsung.
Pada jenis belanja pegawai, sebagaimana pembayaran dan pertanggungjawabannya terhadap Gaji dan tunjangan serta Tambahan penghasilan PNS, dengan pertanggungjawaban berupa daftar tanda terima dan/atau bukti transfer.
Sehingga bentuk pertanggungjawaban untuk BPO cukup berupa kuitansi, dan surat pernyataan kepala daerah.
Bahwasanya dana BPO yang diterima, telah diterima dan digunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejati Banten Tahan 3 Tersangka Bekas Direktur Bank Syariah Kasus Pembelian Kapal
Hal itu dilakukan guna mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai yang diatur dalam PP 109 Tahun 2000.
Ia juga menjelaskan, bahwa pertanggungjawaban BPO juga telah dikonsultasikan dengan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri.
Di samping itu, kata Rina, Gubernur juga mempunya hak previlege atau hak istimewa.
"Hak istimewa itu mengandung arti mempunyai kekuasaan yang luas, terhadap tindakan yang akan dilakukan dan kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan," kata dia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banten/foto/bank/originals/kepala-bpkad-provinsi-banten-rina-dewiyanti-saat-ditemui-di-ruang-kerjanya.jpg)