Bocah Kelas 3 SD yang Dibakar Temannya Ternyata Sering Dibully, Nangis Kejer saat Tatap Wajah Pelaku
Tak hanya mengalami luka bakar, A (8) juga mengalami trauma hingga takut keluar rumah setelah kejadian dibakar tiga temannya tingkat SMP.
Kasus penganiayaan yang dialami A oleh tiga temannya yang merupakan pelajar SMP terjadi pada Senin (28/3/2022) sekira pukul 18.29 WIB.
A disiram cairan hand sanizier dan disulut api oleh D, AS, dan R saat dalam perjalanan pulang menuju rumahnya usai membeli martabak.
Kejadian bermula saat A berangkat membeli martabak mini dekat rumahnya dan dihampiri tiga pelaku berinisial D, AS, dan R yang masih tinggal dalam satu RW namun berbeda RT.
Kala itu, A dan ketiga pelaku saling dorong sampai akhirnya korban membalas dengan cara melempar serpihan kaca hingga mengenai bagian tangan satu pelaku luka gores.
Tidak terima dilempar serpihan kaca, rupanya ketiga pelaku datang mengejar saat korban sedang dalam perjalanan usai membeli martabak.
Saat itu, A pulang ke rumah seorang diri melewati jalan lingkungan permukiman warga.

Baca juga: Kabur ke Hutan Selama 4 Hari Setelah Lukai Korban dan Bakar Rumah, Warga Pabuaran Ditangkap Polisi
Giri menuturkan berdasar rekaman CCTV menyorot kejadian dua pelaku memegangi A agar tidak kabur, sementara satu pelaku menyiram hand sanitizer kemudian menyulut dengan korek api.
Dalam rekaman CCTV tersebut A sempat melawan, namun karena kalah tenaga dengan dua pelaku yang secara fisik lebih besar korban tidak mampu melawan saat api disulut.
Merujuk rekaman CCTV, A tampak meronta kesakitan saat kaki kirinya terbakar sampai menyeretkan tubuh di aspal hingga api padam dengan sendirinya dan meninggalkan bekas luka.
Sementara pelaku yang diduga sudah merencanakan aksi dengan menyiapkan hand sanitizer bergegas melarikan diri meninggalkan A merintih kesakitan ketika melihat api membesar.
Belum Melapor ke Polisi
Giri menyampaikan, saat ini pihaknya belum melaporkan kasus kejadian yang menimpa A ke polisi karena pertimbangan pelaku masih tetangga.
Ketiga pelaku sendiri secara hukum masih berstatus anak di bawah umur sehingga membuka peluang kasus diselesaikan secara kekeluargaan.
Dengan syarat, pihak keluarga pelaku harus menanggung biaya pengobatan dan pemulihan trauma A hingga sembuh yang dinyatakan secara tertulis lewat perjanjian di atas materai.
"Pengobatan harus sampai selesai, itu pertama. Kedua, kita mau mengajak korban ini untuk ke psikolog karena takut dia itu trauma sekali ketika melihat pelaku lewat depan rumah," tutur Giri.