Buntut Retorika Presiden AS, Bisa Menuju Pecahnya Perang Dunia III yang Berujung Perang Nuklir
Buntut Retorika Presiden AS, Bisa Menuju Pecahnya Perang Dunia III yang Berujung Perang Nuklir
TRIBUNBANTEN.COM - Retorika Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden soal Presiden Rusia Vladimir Putin agar segera meninggalkan kekuasaan, membuat Moskow memandang ini ancaman sangat serius menyangkut kedaulatan.
Mengutip Tribunnews.com, semakin banyak ahli memperkirakan meningkatnya kemungkinan pecahnya Perang Dunia III.
Peperangan ini bahkan dapat mengarah ke perang nuklir.
Wang Wen, Dekan Eksekutif Institut Studi Keuangan Chongyang (RDCY) mengatakan, konflik bersenjata Rusia-Ukraina membuat dunia menjadi tempat yang lebih berbahaya.
Baca juga: Buntut Konflik Rusia-Ukraina, Dunia Jadi Lebih Berbahaya, Pakar: Peluang Perang Dunia III Meningkat
Dalam publikasinya di Russia Today Selasa (19/4/2022), Wang Wen menyatakan, di permukaan itu pertempuran militer antara Kiev dan pasukan Moskow di palagan barat dan selatan.
Akan tetapi, pada intinya, konflik Rusia-Ukraina adalah pecahnya konfrontasi total seperti Perang Dingin di Eropa Timur.
Juga merupakan serangan balik skala penuh oleh Rusia, terhadap ekspansi strategis AS dan blok militer NATO-nya yang tak ada habisnya.
Situasinya bergerak ke arah bencana global.
Putin tidak dapat mentolerir kegagalan, dan Biden tidak mau menyerah, yang akan memaksa Rusia menggunakan senjata nuklir.
Selain perang, lebih banyak bencana terjadi.
Perang telah menggusur jutaan petani Ukraina dari rumah mereka dan membuat mereka melewatkan musim tanam musim semi, yang mengakibatkan penurunan ekspor pertanian Ukraina.
Ukraina sebelumnya adalah salah satu eksportir penting produk pertanian dunia, dengan gandum dan jagungnya masing-masing menyumbang 10 persen dan 15 persen ekspor dunia untuk tanaman pokok ini.
Empat belas negara lebih dari 25 persen bergantung impor gandum Ukraina.
Mereka termasuk Libya sebesar 43 persen dan Bangladesh sebesar 28 persen.
Tanpa pengganti impor yang terjangkau dan memadai, kota-kota di beberapa negara berkembang kemungkinan akan menghadapi kelaparan parah.