Pembangkit Hidro Jadi Andalan Indonesia Capai Energi Bersih, Ini Strategi PLN
PLN berkomitmen untuk mengembangkan pembangkit hidro dengan total kapasitas 10,4 GW hingga 2030.
Pembangkit hidro juga mampu mengakomodasi fluktuasi beban daya serta pemeliharaannya lebih sederhana.
Hingga 2030, PLN merencanakan pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 9,27 GW dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) sebesar 1,11 GW pada 2030.
Pembangkit listrik berbasis hidro menjadi kontributor terbesar dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga bayu dalam RUPTL hijau.
Menurut Zainal, untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, dibutuhkan penambahan 4,2 GW pembangkit hidro.
Baca juga: PLN Mulai Operasikan Transmisi Tulang Punggung Kelistrikan Jawa-Bali Sepanjang 1.181 Kms
Saat ini, sebesar 2,5 GW pembangkit hidro berada dalam tahap konstruksi, dan sebesar 0,6 GW pada tahap pendanaan. Sisanya1 GW masih tahap pengembangan.
PLN sedang melakukan tahapan konstruksi untuk pembangkit hidro, antara lain PLTA Jatigede 110 MW, PLTA Peusangan 1-2 88 MW, PLTA Asahan III 174 MW, dan PLTA Upper Cisokan 1.040 MW.
Selain itu, terdapat pula PLTA Poso 515 MW di Sulawesi Tengah yang telah dilakukan commercial operation date (COD) untuk unit awal sebesar 315 MW.
Adapun dua unit lainnya dengan total 130 MW telah memiliki sertifikat laik operasi.

Ada pula PLTA Jatigede (2x55 MW) di Jawa Barat yang merupakan kerja sama PLN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Saat ini, PLTA itu masuk tahap konstruksi dengan progres 87 persen.
Terlepas dari keunggulannya, pengembangan pembangkit hidro juga memiliki sejumlah tantangan.
Misalnya, pengembangannya memerlukan waktu relatif lama, hingga tantangan pembebasan lahan.
“Pembangkit hidro memang fleksibel untuk menangani pembangkit EBT yang masih bersifat intermittent. Akan tetapi, pengembangan pembangkit ini memiliki tantangan yang signifikan, seperti pembebasan lahan,” ucap Zainal.