APPKSI Minta Jokowi Perhatikan Nasib Petani Sawit: Tolong Bapak Tanggung Jawab!
Presiden Joko Widodo diminta untuk memperhatikan nasib petani sawit. Harga tandan buah segar jatuh di pasar
Selain itu, kata dia, penerapan pajak pungutan ekspor CPO yang tinggin pajak dan pungutan ekspor (levy) menyebabkan jatuhnya harga tandan buah segar petani sawit.
Di mana total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit mencapai USD 575 per ton CPO yang diekspor.
"Beban yang besar ini pada akhirnya juga akan ditanggung oleh petani sawit karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel dengan harga CPO di pasar internasional," ujarnya.
Dalam sejarah, mungkin sawit satu-satunya komoditas yang dipaksa untuk menanggung beban pungutan hingga setengah harga barangnya yang ujung-ujungnya dibebankan ke petani.
Selain harga yang masih rendah, penjualan TBS petani sawit masih susah dan bernilai rendah akibat kebijakan kebijakan DMO dan DPO yang justru memepersulit ekspor CPO untuk masuk ke pabrik.
Dan harus mengantre 2-3 hari karena beberapa pabrik masih menerapkan pembatasan pembelian TBS untuk petani swadaya.
Harga TBS Anjlok saat ini yaang tingal Rp 500 s/d 1000 per kilogram padahal keran ekspor sudah mulai dibuka.
Dia menduga penyebabnya adalah Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 98/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Di mana dalam aturan itu, Minyak Sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang akan dikirim ke Luar negeri dikenakan pajak yang sangat tinggi yakni 32,5 persen hingga 49.9 persen.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Malaysia pajak atau pungutan yang diberlakukan disanan hanya 6 sampai 8 persen, itulah kenapa harga TBS Kelapa sawit di Sana mahal Rp 4000 s/d 5000 per kg.
"Kami minta pemerintah sekarang mempercepat ekspor CPO, dipermudah agar harga TBS bisa cepat normal," ujarnya.
Baca juga: Tinggalkan Lahan Sawit, Ratusan Petani Geruduk Kantor Airlangga Hartarto Tuntut Hal Ini Dipenuhi
Selain itu, kata dia, perlu
dimaksimalkan pengawasan di pabrik-pabrik kelapa sawit yang beralasan tangkinya penuh supaya petani tidak menjadi korban dimana ini merupakan kondisi darurat.
Dia menambahkan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi melalui Menteri Perdagangan harus segera menghapus kebijakan DMO dan DPO yang dinilai sebagai biang kerok persoalan minyak sawit dan merugikan petani sawit.
Di mana akibat kebijakan DMO dan DPO setiap bulan produksi minyak sawit itu sekitar 4 juta ton, ekspor 3 juta ton. Lalu stok akhir akan sekitar 2-3 juta ton. Itu kondisi alamiahnya.
Tapi, karena ada DMO dan DPO, apalagi dengan rasio 1:5, dimana DMO 300 ribuan ton, berarti yang bisa diekspor adalah 1,5 jutaan ton. Artinya, ada akumulasi penumpukan di tangki CPO. Kepenuhan, PKS pun mengurangi pembelian TBS, akhirnya petani merugi.
