LPA Banten Imbau Orang Tua Jaga Anaknya Agar Tak Terjerumus ke Prostitusi Online-LGBT Melalui Medsos

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten mencatat ada 27 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama Januari hingga Juli 2022 di Banten.

Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Ahmad Haris
Istimewa
Ilustrasi. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten mengimbau para orang tua untuk menjaga dan mengawasi anaknya dalam menggunakan media sosial lewat gawainya masing-masing. 

Laporan Wartawan TribunBanten.com Ahmad Tajudin

TRIBUNBANTEN.COM, KOTA SERANG - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten mencatat ada 27 kasus kekerasan terhadap anak, yang terjadi selama Januari hingga Juli 2022 di Banten.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten, Hendry Gunawan mengatakan, bahwa dari berbagai kasus yang ada.

Peran teknologi dan media sosial menjadi pemicu munculnya kekerasan terhadap anak.

Baca juga: Selama Pertengahan Tahun 2022, LPA Provinsi Banten Catat Ada 27 Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Bahkan bisa menyebabkan terjadinya kejahatan seksual yang dialami oleh anak-anak.

"Kasus yang perlu diantisipasi  oleh orang tua, melalui gawai adalah prostitusi online dan  LGBTQ masuk dalam kehidupan pribadi anak," ujarnya kepada TribunBanten.com saat dihubungi, Minggu (24/7/2022).

Hendry menuturkan, bahwa dalam kasus kekerasan terhadap anak banyak dipicu dari teknologi dan media sosial.

Pihaknya menemukan adanya kasus prostitusi online dan kasus lesbian, gay, biseksual, transgender, queer dan lainnya (LGBTQ).

Dari 27 kasus yang ditangani oleh LPA Provinsi Banten, periode Januari hingga Juli 2022.

Dua kasus di antaranya merupakan kasus prostitusi online dan LGBTQ.

"Masing-masing satu kasus, ditemukan di Kota Serang," tukasnya.

Dijelaskan Hendry, dalam kasus itu ditemukan bahwa melalui aplikasi-aplikasi yang ada.

Anak-anak membentuk komunitas dan bertukar informasi perkembangan, dan hal-hal baru di sekitar mereka.

Mulai dari komunitas game dan beberapa group komunikasi lainnya yang dimiliki anak-anak.

Akibatnya anak-anak terpapar informasi negatif, yang di dalamnya terdapat predator yang sudah mengintai korban.

Oleh karenanya, kata Hendry, pemahaman penggunaan Handphone itu sangat penting.

"Perlu diperkuat pemahaman tentang literasi digitalnya, bukan hanya anak-anak saja tapi orang tua juga," katanya.

Menurutnya, selain pentingnya pemahaman literasi digital, peran serta lingkungan masyarakat yang ada di tempat tinggalnya juga sangat penting, untuk memantau perkembangan anak.

Hendry menilai bahwa minimnya pemahaman tentang perlindungan anak.

Hal itu menyebabkan peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan masih jauh dari lingkungan yang ramah anak.

Disampaikan Hendry, banyak di daerah-daerah terjadi, ketika ditemukan anak-anak berkumpul bermain game.

Di mana dalam perkumpulan itu dipenuhi dengan adegan kekerasan yang cukup membahayakan psikis, tanpa didampingi orang dewasa 

"Semakin banyak orang dewasa melakukan pembiaran terhadap perilaku anak, maka semakin banyak anak menganggap itu pembenaran," terangnya.

Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak.

Pihaknya mendorong agar semua pihak menyamakan persepsi.

Supaya perlindungan anak bukan hanya menjadi tugas Negara ataupun Lembaga Perlindungan Anak.

"Tapi ini menjadi tugas kita bersama," katanya.

Baca juga: Miris! Awal Tahun 2022, Kasus Kekerasan Anak & Perempuan di Lebak Didominasi Oleh Kejahatan Seksual

Di mana anak merupakan pewaris dalam keluarga dan penerus bangsa ke depan.

Menurutnya, anak adalah aset bangsa sebagai bagian dari generasi muda.

Tentunya berperan besar sebagai generasi penerus bangsa.

"Anak-anak hari ini merupakan pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan," katanya.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved