Banten Bagian Utara Sudah Masuk Musim Kemarau, BMKG Peringatkan Ancaman El Nino

Banten bagian utara masuk musim kemarau. Ini berdasarkan hasil pemantauan BMKG. BMKG memantau terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023

Editor: Glery Lazuardi
Warta Kota
ILUSTRASI Kemarau. Banten bagian utara sudah masuk musim kemarau. Ini berdasarkan hasil pemantauan BMKG. BMKG memantau terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023. Berdasarkan hasil pemantauan, sebanyak 28 persen (194 ZOM) di wilayah Indonesia sudah masuk periode musim kemarau. 

TRIBUNBANTEN.COM - Banten bagian utara sudah masuk musim kemarau.

Ini berdasarkan hasil pemantauan BMKG.

BMKG memantau terhadap 699 Zona Musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023.

Berdasarkan hasil pemantauan, sebanyak 28 persen (194 ZOM) di wilayah Indonesia sudah masuk periode musim kemarau.

Sementara itu, 56 persen wilayah lainnya (392 ZOM) masih mengalami musim hujan.

BMKG mengingatkan potensi ancaman EL Nino.

Baca juga: Daftar Kampus yang Ditutup Kemendikbud, Ada 1 di Banten hingga 5 di Jakarta, Bagaimana Mahasiswanya?

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.

Adanya pemanasan SML itu mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik tengah sehingga akan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

"Kombinasi dari fenomena El Nino dan IOD Positif yang diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode musim kemarau 2023," ungkap Kepala Badan BMKG Dwikorita Karnawati

"Bahkan sebagian wilayah diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori Bawah Normal (lebih kering dari kondisi normalnya) hingga mencapai hanya 20 mm per bulan dan beberapa wilayah mengalami kondisi tidak ada hujan sama sekali (0 mm/bulan)," sambungnya.

Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan, yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air seperti waduk, bendungan, embung, dan sebagainya untuk menyimpan air di sisa musim hujan agar dapat dimanfaatkan pada periode musim kemarau.

Langkah tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air baik bagi kebutuhan masyarakat maupun untuk kebutuhan pertanian.

Selain itu, Dwikorita mengatakan, pihaknya akan lebih melakukan upaya pencegahan dan mensiagakan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan untuk mengantisipasi meningkatnya potensi karhutla, terutama wilayah atau provinsi yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.

"Upaya pencegahan harus lebih ditekankan dibandingkan pemadaman karena langkah ini lebih efektif untuk menghindari dampak yang luas. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat perlu terus ditingkatkan dalam memahami pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah," ujarnya.

"BMKG sendiri terus melakukan pemantauan untuk mendeteksi titik panas atau hot spot menggunakan satelit. Jika BMKG mendeteksi potensi karhutla maka secara resmi BMKG akan mengeluarkan peringatan dini," tambah dia.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved