Masyarakat Sipil Desak KPK Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas: Tak Perlu Minta Maaf ke TNI

KPK didesak untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas) melalui peradilan umum alias pengadilan tindak pindana korupsi.

Editor: Ahmad Haris
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko salam komando dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar. 

TRIBUNBANTEN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas), melalui peradilan umum alias pengadilan tindak pindana korupsi.

Desakan itu datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.

Diketahui, awalnya KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Baca juga: Akui Khilaf OTT hingga Tetapkan Kepala Basarnas Jadi Tersangka, Ini Pernyataan Maaf KPK ke TNI

Dua di antaranya berlatar belakang militer aktif, yaitu Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Tetapi, KPK justru meminta maaf atas penetapan tersangka kedua prajurit TNI tersebut dan menyerahkan proses hukum terhadap keduanya kepada Puspom TNI.

Alasannya yurisdiksi hukum keduanya sebagai militer aktif berada di bawah peradilan militer.

"Kami menilai, langkah KPK yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas kepada Puspom TNI merupakan langkah yang keliru dan dapat merusak sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia," ungkap Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional, Julius Ibrani, Jumat (28/7/2023).

Menurut Julius, sebagai kejahatan yang tergolong tindak pidana khusus (korupsi), KPK seharusnya menggunakan UU KPK sebagai pijakan dan landasan hukum dalam memproses militer aktif yang terlibat dalam kejahatan korupsi tersebut.

"KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis (UU yang khusus mengenyampingkan UU yang umum)," ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Julius, KPK harusnya mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak perlu meminta maaf.

"Permintaan maaf dan penyerahan perkara kedua prajurit tersebut kepada Puspom TNI hanya akan menghalangi pengungkapan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel."

"Lebih dari itu, permintaan maaf dan penyerahan proses hukum keduanya tersebut bisa menjadi jalan impunitas bagi keduanya," ujarnya.

3 Poin Desakan

Berikut tiga poin desakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan :

1. KPK untuk mengusut tuntas secara transparan dan akuntabel dugaan korupsi yang melibatkan Kabasarnas dan anak buahnya tersebut.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved