Jubir: KY Jalankan Fungsi Pengawasan untuk Cegah Hakim Langgar Kode Etik

Komisi Yudisial (KY) berwenang mengawasi bidang etik seorang hakim, utamanya fokus pada perilaku hakim.

|
Editor: Glery Lazuardi
Istimewa
Komisi Yudisial (KY) berwenang mengawasi bidang etik seorang hakim, utamanya fokus pada perilaku hakim. Tujuan pengawasan ini untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim sehingga hakim tidak melanggar Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim. 

TRIBUNBANTEN.COM - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Miko Ginting, mengatakan KY akan menelaah laporan terkait permintaan yang dilayangkan tergugat dalam gugatan ganti rugi desain industri produk genset di Pengadilan Niaga Jakata Pusat.

Permintaan itu disampaikan Ichwan Anggawirya, selaku kuasa PT Pelangi Teknik Indonesia (PTI), pihak tergugat.

"KY akan mencoba memeriksa apakah dasar permohonan beralasan atau tidak,” ujar Miko Ginting.

Baca juga: TNI AL Banten Latih 53 Tenaga SDM Pesantren Ibnu Syam Cilegon Tentang Character Buliding

KY berwenang mengawasi bidang etik seorang hakim, utamanya fokus pada perilaku hakim.

Tujuan pengawasan ini untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim sehingga hakim tidak melanggar Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim.

"Pemantauan atau pengawasan KY kalaupun dilakukan tidak untuk masuk ke materi pemeriksaan," kata dia.

Seperti misalnya apakah satu pihak memiliki legal standing atau tidak.

"Fungsi pengawasan KY lebih kepada mencegah hakim melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim," kata dia.

Apabila ada permintaan permohonan perkara, kata dia, KY akan memeriksa apakah dasar permohonannya beralasan atau tidak.

Selain KY, kata dia, badan pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) juga dapat mengawasi jalannya sidang.

"Bagus juga mengirimkan permohonan bersamaan ke BAWAS MA. Kami periksa dulu materinya," tambahnya.

Baca juga: Rekomendasi Kuliner Enak Anti Mainstream di Kota Serang Banten: Santap Belut Serundeng di Warung Ini

Sementara itu, Fatchurrohman, ahli dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan soal implikasi hukum dari plagiasi suatu karya desain.

Pemeriksa Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM itu menjelaskan soal aturan dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. 

Jika merujuk pada ketentuan aturan itu, kata dia, pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat ganti rugi. 

Dia menjelaskan, pemegang hak desain industri adalah orang yang mengajukan permohonan desain industri dan mendapat bukti sertifikat. 

Hanya saja, kata dia, sebelum mengajukan gugatan ganti rugi harus dilengkapi dengan bukti sertifikat.

”Pihak yang tidak punya hak ekslusif tidak bisa melarang pihak lain dan meminta ganti rugi,” kata dia.

Baca juga: 30 Perguruan Pencak Silat di Banten Bergabung Dukung Gibran Rakabuming Raka Jadi Cawapres

Adapun untuk desain industri yang telah dibatalkan maka saat ini tidak ada satupun pihak yang memiliki hak ekslusif. 

"Untuk desain industri yang telah dibatalkan maka sudah tidak ada lagi pihak yang bisa ajukan sertifikat karena unsur kebaruan sudah tidak ada lagi,” terang Fatchurrahman.

Pernyataan itu disampaikan dalam sidang sengketa ganti rugi desain industri produk genset di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Selasa (3/10/2023).

Sebelumnya, lembaga Komisi Yudisial (KY) diminta untuk turun langsung mengawasi sidang ganti rugi desain industri.

Permintaan itu disampaikan Ichwan Anggawirya, selaku kuasa PT Pelangi Teknik Indonesia (PTI), pihak tergugat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, perkara ini terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan nomor perkara 76/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2023/PN Niaga Jkt.Pst.

"Kami mengajukan permohonan kepada ketua KY untuk mengawasi majelis hakim," kata Ichwan, pada Rabu (11/10/2023).

Harapannya, agar majelis hakim  dapat memiliki integritas  selama pemeriksaan dalam perkara ini dan pemeriksaan dilakukan secara objektif sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

"Agar terwujud kekuasaan kehakiman yang independent dan imparsial," kata dia.

Seperti dilansir laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam petitumnya, penggugat CV Rajawali Diesel meminta Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;

Dan, 10 poin petitum lainnya.

Atau Jika Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang bertempat pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (Ex aequo et bonno).

Kuasa penggugat Adidharma Wicaksono mengatakan pihaknya memiliki kepentingan dalam perkara gugatan Ganti Rugi Desain Industri produk genset.

Menurut dia, penggugat memegang letter of authorization untuk menjual genset dan terkait kepemilikan sertifikat desain industri genset dan perjanjian lisensi tercatat di DJKI.

Terhadap petitum tersebut, Ichwan Anggawirya, selaku kuasa tergugat menilai perkara ini tidak rumit.

Sebab, kata dia, pembuktiannya lebih pada masalah legal standing yang sudah cukup jelas diatur dalam Undang-undang.

Dia menjelaskan, Legal Standing adalah syarat mutlak bagi subyek hukum yang berperkara di pengadilan.

Legal standing dapat diartikan sebagai kedudukan hukum atau hak gugat bagi pihak yang ingin mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan.

”Tanpa dapat menunjukkan bukti legal standing maka sudah sepatutnya gugatan ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima oleh Pengadilan,” kata kuasa dari kantor hukum MASTER LAWYER.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved