Tak Dapat Undangan Nyoblos, Warga Jakarta Ramai-ramai Lapor ke Bawaslu Minta Digelar PSU

Sejumlah warga dari berbagai kelurahan di Jakarta ramai-ramai melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Editor: Glery Lazuardi
Dok/Bawaslu Kota Serang
Sejumlah warga dari berbagai kelurahan di Jakarta ramai-ramai melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka meminta digelar pemungutan suara ulang (PSU). 

TRIBUNBANTEN.COM - Sejumlah warga dari berbagai kelurahan di Jakarta ramai-ramai melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Mereka meminta digelar pemungutan suara ulang (PSU). 

Warga Kelurahan Tanah Tinggi,  Johar Baru, Jakarta Pusat (TPS 36), Riska Olivia Maharani melapor ke Bawaslu Jakarta Pusat karena tidak mendapatkan undangan pencoblosan atau formulir C6. 

"Kami tidak memdapatkan undangan pencoblosan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur pilihan kami sendiri. Jadi, sekarang kami melapor ke Bawaslu Jakpus," kata dia, pada Senin (2/12/2024).

Baca juga: Seruan Habib Rizieq Shihab di Reuni Akbar 212: Pilpres-Pilkada Selesai, Jangan Mau Diadu Domba!

Dia menilai Pilkada Jakarta tahun 2024 ini tidak memenuhi prinsip-prinsip demokrasi, yaitu keadilan. 

"Ada yang mencoblos, ada yang tidak mencoblos. Ini tidak adil namanya. Makanya, harus dilakukan pemungutan suara ulang," terangnya. 

Hal serupa juga disampaikan oleh warga Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara (TPS 40), Maisaroh, bahwa seperti pemilihan presiden, seharusnya para warga yang mempunyai hak suara diberikan undangan untuk pencoblosan. 

"Tapi sekarang undangannya tidak diberikan. Untuk itu saya melapor," ujarnya. 

Ungkapan serupa juga disampaikan Fitria Novarani warga Kelurahan Sunter Jaya (TPS 16), bahwa jika undangan C6 tidak diberikan panitia penyelenggara, kemudian tidak bisa mencoblos, itu artinya ada perampasan hak-hak demokrasi. 

"Ini namanya perampasan hak-hak atas demokrasi, maka harus dilakukan pemungutan suara ulang," ungkapnya. 

Yulius Selan warga Kelurahan Kapuk, Cengkareng (TPS 059) menambahkan, Pilkada itu pemilihan kepala daerah. Setiap warga berhak untuk memilih kepala daerahnya masing-masing. Kalau hak untuk memilih itu tidak diberikan, itu berarti hak demokrasi dirampas. 

"Jadi, berikan hak demokrasi kami dan lakukan pemungutan suara ulang," timpalnya.

"Kalau saya tidak bisa mencoblos, berarti hak demokrasi saya dirampas. Demi prinsip keadilan, saya juga meminta dilakukan pemungutan suara ulang," kata Yudi warga Kelurahan Ancol, Pademangan (TPS 19). 

"Pilkada kali ini terlihat berbeda atau tidak seperti biasanya. Kalau begini tidak adil namanya, harus dilakukan pemungutan suara ulang," tutur Meisriyani warga Kelurahan Ancol, Pademangan (TPS 19).

"Ada yang boleh mencoblos, dan ada yang tidak boleh mencoblos. Ini tidak adil namanya, jadi harus dilakukan pemungutan suara ulang," tutur  Yulius Selan warga Kelurahan Kapuk, Cengkareng (TPS 059).

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved