Teks Khutbah Salat Jumat 22 Agustus 2025: Bekal yang Dibawa Pulang untuk Memupuk Ketakwaan

Salat Jumat adalah salat wajib bagi laki-laki muslim yang memenuhi syarat, yang dilaksanakan setiap hari Jumat, menggantikan salat Zuhur.

Editor: Vega Dhini
TRIBUN TIMUR/MUHAMMAD ABDIWAN
Sholat Jumat di Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal M Jusuf, Makassar, Sulsel, Jumat (25/9/2015). 

Salah satu ajaran Islam yang hadir sebagai mediator dalam menjaga persatuan di tengah umat ialah silaturahmi. Secara bahasa, silaturahmi merupakan istilah serapan dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata shilah yang bermakna hubungan, koneksi, relasi; dan raḥm yang dimaknai kasih sayang sebagaimana kata raḥmah. Secara sederhana, silaturahmi dapat diterjemahkan sebagai sebuah aktivitas yang berupaya untuk terus mempertahankan hubungan, koneksi, relasi dengan sesama yang didasarkan pada raḥmah atau kasih sayang. Bahkan, Al-Qur’an menegaskan bahwa orang-orang yang mampu menjaga tali silaturahmi dikelompokkan ke dalam golongan ūlūl albāb (kaum beriman yang menggunakan kemampuan akalnya). Sebagaimana dijumpai dalam Q.S. Ar-Ra’d [13]: 21:

وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِه اَنْ يُّوْصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُوْنَ سُوْۤءَ الْحِسَابِ.

“Orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan (seperti silaturahmi), takut kepada Tuhannya, dan takut (pula) pada hisab yang buruk.”

Melalui ayat ini, terlihat jelas bahwa Al-Qur’an tidak hanya sekedar menjadikan silaturahmi sebagai upaya merekatkan kohesi sosial, tapi juga bagian dari aktualisasi keimanan. Narasi yang sama juga dipertegas dalam hadis-hadis Rasulullah saw, seperti halnya riwayat berikut:

مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ (ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فلا يُؤْذِ جارَهُ).

“Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, menyambung silaturahmi, berkata yang baik atau hendaknya diam jika tidak mampu bertutur yang etis, serta tidak menyakiti tetangganya.” (H.R. Bukhari).

Jemaah yang dimuliakan Allah Swt,

Ajaran silaturahmi sekaligus mempertegas identitas Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam (raḥmatan lil ‘ālamīn). Sebuah karakter yang dinyatakan langsung dalam Al-Qur’an pada Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 107:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ .

“Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Ayat ini menginformasikan bahwa Nabi Muhammad saw merupakan perwujudan fisik dari raḥmah itu sendiri dan sekaligus merupakan bentuk aktual dari ajaran Al-Qur’an. Sebagaimana jawaban Sayyidah ‘Aisyah r.a. ketika ditanya oleh para sahabat mengenai akhlak Rasulullah saw dalam riwayat berikut:

يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، أَنْبِئِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَتْ: فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ.

“Wahai Ummul Mu’minīn, coba beritahukan aku bagaimana akhlak Rasulullah saw; lalu ‘Aisyah r.a. balik bertanya: tidakkah kamu membaca Al-Qur’an?; sahabat menjawab: iya, tentu; Maka dilanjutkan oleh ‘Aisyah r.a.: sesungguhnya akhlak Nabiyullah Muhammad ialah Al-Qur’an itu sendiri. (H.R. Muslim).

Riwayat yang bersumber dari percakapan sahabat r.a. dan ummul mu’minīn menunjukkan bahwa ketika meneladani Nabi Muhammad saw, sama halnya dengan mengaktivasi nilai-nilai Al-Qur’an ke dalam hidup kita. Utamanya ketika umat Islam mampu menjadi pewaris Rasulullah yang mampu menampilkan Islam sebagai agama yang membawa kasih sayang bagi semesta alam.

Jemaah yang berbahagia,

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved