Polisi Tetapkan Adik Wapres Jusuf Kalla Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar Rp1,2 Triliun

Kortas Tipidkor Polri menetapkan adik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Halim Kalla jadi tersangka korupsi proyek PLTU Kalbar.

|
Editor: Abdul Rosid
Tribunnews.com
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Halim Kalla jadi tersangka korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat senilai Rp1,2 triliun. 

TRIBUNBANTEN.COM - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Halim Kalla jadi tersangka korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat senilai Rp1,2 triliun.

Halim Kalla jadi tersangka bersama tiga orang lainnya, salah satunya mantan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar.

“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” ungkap Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Baca juga: Abaikan Permintaan Luhut, Mahfud MD Akui Salut dan Puji Langkah Menkeu Purbaya

PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah, Kalimantan Barat, dimulai pada 2008 dengan pendanaan dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).

Namun, proyek ini gagal dimanfaatkan sejak 2016 meski telah diaddendum sebanyak 10 kali hingga 2018.

“Proyek PLTU diduga melawan hukum penyalahgunaan wewenang sehingga pekerjaan mengalami kegagalan alias mangkrak sejak 2016,” ujar Cahyono.

Konsorsium KSO BRN ditunjuk sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Persetujuan Direksi PLN Nomor 178 Tahun 2008.

Namun, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa KSO BRN tidak memenuhi sejumlah persyaratan penting:

- Tidak memiliki pengalaman membangun PLTU minimal 25 MW

- Tidak menyerahkan laporan keuangan tahun 2007 (audited)

- Laba bersih konsorsium tahun 2006 tidak mencapai batas minimum Rp7,5 miliar

- Tidak menyampaikan dokumen SIUJKA atau surat pernyataan penanggung jawab

Peserta tambahan dalam konsorsium, OJSC POWER MACHINES yang memiliki pengalaman PLTU, baru dimasukkan kemudian.

Kontrak pekerjaan ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR selaku Dirut PT BRN dan FM selaku Dirut PLN, dengan nilai USD 80 juta dan Rp507 miliar.

Namun, pada akhir 2009, seluruh pekerjaan dialihkan ke PT PI dan perusahaan energi asal Tiongkok, QJPSE.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved