4 Poin Krusial Revisi UU Haji dan Umrah: Dari Kementerian Baru hingga Layanan Satu Atap
Revisi UU Haji dan Umrah 2025 resmi disahkan DPR. Ada 4 poin krusial, mulai dari pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, layanan satu atap.
TRIBUNBANTEN.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Keputusan ini diambil setelah Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, meminta persetujuan anggota dewan yang hadir, usai mendengar laporan Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang.
Menurut Marwan, revisi UU tersebut membawa sejumlah perubahan mendasar, baik dari sisi kelembagaan maupun teknis penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Setidaknya terdapat empat poin krusial yang menjadi sorotan.
Baca juga: Sosok Pengusaha Dalang Pembunuhan Kacab BRI Cempaka Putih: Pernah Hibahkan Ambulans ke Desa di Jambi
1. Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah
Perubahan paling signifikan adalah pembentukan Kementerian Haji dan Umrah.
Lembaga baru ini akan mengambil alih tugas Badan Pengelola (BP) Haji yang sebelumnya bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Panja Komisi VIII DPR RI dan Panja Pemerintah bersepakat, kelembagaan penyelenggara berbentuk Kementerian Haji dan Umrah,” ujar Marwan.
2. Layanan Satu Atap (One Stop Service)
Kementerian baru ini akan menjadi pusat kendali tunggal atau one stop service untuk seluruh urusan haji dan umrah.
Dengan begitu, semua kewenangan terkait haji tidak lagi berada di Kementerian Agama, melainkan dipusatkan di Kementerian Haji dan Umrah.
“Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia akan menjadi one stop service. Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan oleh kementerian ini,” jelas Marwan.
3. Pengalihan SDM dan Infrastruktur
Seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang selama ini menangani penyelenggaraan haji dan umrah akan dialihkan ke Kementerian Haji dan Umrah.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas koordinasi sekaligus mempercepat pengambilan keputusan terkait pelayanan jemaah.
4. Aturan Lebih Komprehensif dan Respons Darurat
Revisi UU Haji dan Umrah kini memuat 16 bab dengan 130 pasal, meliputi ketentuan umum, penyelenggaraan haji reguler, biaya haji, kelompok bimbingan, haji khusus, hingga ibadah umrah.
Marwan menegaskan aturan baru ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menjamin keadilan bagi jemaah.
“Untuk menjamin keadilan dan kemudahan jemaah, telah diatur konstruksi UU yang terdiri dari judul, konsideran, 16 bab, 130 pasal,” katanya.
Dalam revisi kali ini, lanjut Marwan, terdapat bab baru yang mengatur keadaan luar biasa dan kondisi darurat.
Selain itu, undang-undang ini memperkuat peran serta masyarakat.
“(Terdapat) bab 9 partisipasi masyarakat, bab 10a keadaan luar biasa dan kondisi darurat,” ucap Marwan.
Pasal-pasal ini memberi landasan hukum bagi pemerintah untuk mengambil langkah cepat, jika situasi dan keadaan mendesak lain yang berdampak pada pelaksanaan ibadah haji.
Marwan menegaskan, seluruh fraksi di Komisi VIII DPR sepakat mendukung perubahan tersebut.
“Hadirin yang saya hormati, seluruh fraksi-fraksi di DPR di Komisi VIII telah memberikan dan menerima persetujuan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Susunan Anggota Komisi VIII DPR RI 2024-2029, Ada Eks Gubernur Banten hingga Pasha Ungu |
![]() |
---|
Soal Usul Kenaikan Biaya Haji Jadi Rp 69 Juta, Jokowi Sebut Belum Final: Masih Proses Kajian |
![]() |
---|
Masyarakat Tolak Keras Kenaikan Biaya Haji 2023 dari Rp 39,8 Juta Jadi Rp 69 Juta |
![]() |
---|
Dapat Motor Roda Tiga dari Kemensos, Penyandang Disabilitas di Lebak Ingin Sukses Berjualan Kopi |
![]() |
---|
Data Kemiskinan Kabupaten Lebak Simpang Siur, Hasbi Bakal Melapor kepada Mbak Puan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.